 |
Gunung Berkabut Latar Belakang Panggung |
 |
Latar Belakang Panggung Pertunjukan |
 |
Panggung Jazz di Malam Hari |
Juni 2013
Jalan-jalan kali ini untuk
menikmati Jazz Gunung di Bromo nggak
direncanain sebelumnya. Suami tiba-tiba ngajak nonton pagelaran musik jazz yang katanya berskala
internasional dan diselenggarakan tiap
tahun. Bedanya dengan pertunjukan lain, pagelaran musik ini diadakan di panggung terbuka, beratap langit dan
berlatar belakang alam yang indah, karena itu tagline untuk pagelaran ini :
Jazz Gunung, Indahnya Jazz Merdunya Gunung, haha....sedikit terbalik
kata-katanya. Kali ini, saya pergi hanya berdua
suami, ala-ala bulan madu ceritanya.....so sweeettttttt.
Sampai di Bandara
Juanda, Surabaya, Jum’at pagi karena tidak terburu-buru (pagelaran jazz gunung
baru dimulai sore), kami menyempatkan diri mengunjungi lokasi wisata air terjun
Madakaripura di Kecamatan Lumbang, Probolinggo. Dari Surabaya dengan mobil sewaan kami tempuh
sekitar 2,5 jam. Air terjun yang menurut legenda merupakan tempat pertapaan Mahapatih Gajah Mada ini merupakan
bagian dari kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, dan biasanya menjadi tujuan para wisatawan
yang akan ke Bromo, karena terletak satu jalur jika kita ke Bromo dari arah
Probolinggo.
 |
Patung Gajah Mada |
 |
Menyebrang Sungai Bebatuan |
Setelah membayar tiket masuk
sebesar Rp 3.000,-/orang, kami langsung dihampiri bapak-bapak yang menawarkan
jasa sebagai pemandu wisata. Selain itu, agar pakaian dan perlengkapan yang
kita bawa terhindar dari cipratan air terjun, banyak jasa penjual jas hujan di
sekitar areal parkir kendaraan dengan harga Rp 10.000,-/buah. Oh ya, jangan
lupa jika ingin berkunjung ke Madakaripura, siapkan sendal gunung, baju ganti dan tenaga ekstra, karena jalanan mendaki
cukup terjal, dan beberapa kali kita harus menyebrang sungai yang penuh
bebatuan. Sebenernya kami janjian ktemu di air terjun Madakaripura dengan
pasangan suami istri Peter dan Eva, tetangga sebelah rumah yang juga akan nonton
jazz gunung. Tapi karena mereka belum sampai juga, maka kami putuskan untuk
naik duluan.
Setelah mendaki lumayan capek
akhirnya ktemu juga air terjun yang mengalir dari tebing memanjang dan
membentuk tirai, dan kalau mau jalan di
bawahnya harus menggunakan jas hujan atau payung. Di ujungnya terdapat sebuah
ruangan berbentuk lingkaran, jika
kita berada di tempat ini seolah-olah berada di dasar sebuah tabung yang di atasnya
terdapat air terjun dengan ketinggian sekitar 200 meter, serta limpahan air yang
jatuh dari atas berakhir di sebuah kolam
berwarna kehijauan. Subhanalllah......bagus banget ciptaan Allah ini.
 |
Memandang Air Terjun |
 |
Air Terjun Madakaripura |
 |
Jas Hujan Anti Basah |
Puas photo-photo dan mengagumi
ciptaan Tuhan yang bagaikan sebuah lukisan ini, kamipun turun. Memang disarankan
untuk turun sebelum pk 15.00 WIB oleh pemandu wisata, karena jika terlalu
sore khawatir hujan turun dan menggenangi sungai kecil yang harus kita lalui.
Sambil turun menuju lokasi parkir, untuk menghangatkan badan kita bisa mampir
di warung-warung kecil yang ada di sekitar jalan pulang, lumayan ngopi or
ngeteh dengan gorengan yang masih hangat atau mie instan bisa mengganjal perut.
Sampai di Bromo, karena hotel-hotel
yang ada sudah penuh dengan para wisatawan yang akan nonton pertunjukan jazz
gunung, kami harus puas menginap di rumah-rumah penduduk yang disewakan
(homestay). Setelah mandi, kamipun meluncur ke lokasi pertunjukan jazz
gunung, Amphitheater Hotel
Java Banana, hotel yang lumayan besar di daerah tsb. Dan ternyata,
sampai di lokasi antrian penonton sudah
cukup panjang. Karena tiket sudah dibeli secara online sebelumnya, kami tinggal
menukar dengan gelang tangan sebagai tanda masuk selama 2 hari pertunjukan.
 |
Antrian Masuk |
 |
Diwawancara TV Lokal |
 |
Mejeng di Back Drop |
Hari pertama pertunjukan antara
lain menampilkan : Balawan and Batuan Ethnic Fussion, Bandanaira Duo dan Yovie
Widianto Fussion, sempat terhenti sejenak karena hujan sempat turun, namun
kemeriahan pertunjukan terus berlanjut hingga pk 24.00 WIB. Penampilan
Bandanaira dengan Lea Simanjuntak sebagai vokalisnya mampu menyihir penonton
dengan lagu-lagu nasionalisnya. Suasana pertunjukan tambah meriah dengan
banyolan trio MC : Butet Kertarajasa, Alit dan Gundhi yang sesekali melempar isu politik dan selingan bahasa jawa.
 |
Balawan & Batuan Etnic Fussion |
 |
3 MC ngocol |
 |
Yovi Widiyanto Fussion |
 |
Ampitheater Java Banana |
 |
Lea Simanjuntak |
Sabtu pagi sebenernya temen
kantor suami (Acep & istri) yang juga ikut nonton jazz gunung mengajak
untuk naik ke puncak Bromo, tapi apa daya, karena masih ngantuk dan kaki agak
sakit setelah hiking ke air terjun Madakaripura, maka saya dan suami memutuskan
tidak ikut. Agak siang, sambil cari sarapan kami sempatkan berkeliling di
sekitar penginapan, melihat Bromo dari kejauhan.
 |
Kabut Pagi Bromo |
 |
Memandang Bromo dari Kejauhan |
Hari
kedua, karena tidak ingin antri panjang, kami datang lebih awal. Malam minggu
ini pertunjukan jazz dengan panggung alam berupa latar belakang keindahan
pegunungan Bromo, Tengger, dan Semeru, diisi oleh penampilan : Ring of Fire
Project (Djaduk Ferianto, Idang Rasjidi), Rieke Ruslan, dan Barry Likumahuwa.
Malam ini saat penampilan Ring of Fire Project, keisengan Idang Rasjdi sempat
membuat Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan saat itu) tak kuasa menolak untuk
ikut duet adu keyboard. Pertunjukan tambah meriah saat Barry Likumahuwa sempat
duet dengan sang ayah yang juga maestro jazz Benny Likumahuwa. Selama menonton
dua hari pertunjukan gak ada penonton yang gak goyang, bahkan saat penampilan
terakhir, semua penonton diajak berdiri dari kursi untuk joget bareng,
duhhh.....rasanya gak pengen pulang. Sensasi berbeda menikmati musik di udara
terbuka dikelilingi 3 gunung sebagai latar belakang panggung dan diselimuti
kabut, tttsssahhhhh.....
 |
Idang duet bersama Gita Wirjawan |
 |
Benny & Barry Likumahua |
 |
Rika Ruslan |
 |
Joget Bareng |
Minggu
pagi, masih ngantuk tapi kami harus siap-siap ke bandara Juanda untuk kembali
ke Jakarta. Weekend yang menyenangkan.......
 |
cheeersss |