Rabu, 06 Januari 2016

Gorontalo "Toroseaje, Pulau Saronde & Benteng Otanaha"



Desember 2015,

Jalan-jalan direncanakan dan bersama keluarga itu sudah biasa, tapi jalan-jalan sambil tugas dari kantor ini sedikit luar biasa. Karena tuntutan pekerjaan terkadang saya harus bepergian ke luar kota, termasuk pada pertengahan Desember 2015 saya harus bertugas selama 3 hari ke Gorontalo, provinsi pemekaran dari Sulawesi Utara.

Dari Jakarta saya dan teman-teman kantor memang sudah berencana untuk mengunjungi beberapa tempat wisata setelah kerjaan kantor selesai,  dan karena lokasi acara kantor di Kecamatan Wanggarasi, kabupaten Pohuwato, Gorontalo Utara, maka lokasi wisata yang akan kami datangi pertama setelah tugas selesai adalah "Toroseaje" perkampungan suku Bajo, yang lokasinya sekitar 1 jam dari Wanggarasi.

Perkampungan suku Bajo Toroseaje cukup unik dan banyak menarik wisatawan untuk mendatangi lokasi ini meski jaraknya cukup jauh dari kota Gorontalo, tepatnya di sisi Barat Kota Gorontalo.  Toroseaje merupakan perkampungan Suku Bajo yang berdiri di atas permukaan laut, uniknya ternyata  Kampung Suku Bajo Torosiaje ini sudah ada sejak 1901. Suku Bajo sendiri memang sejak dahulu kala dikenal sebagai pelaut tangguh dan selalu tinggal dirumah yang berdiri diatas laut. 

Menuju kawasan pemukiman suku Bajo ini kita harus harus menggunakan perahu karena tidak ada akses jalan darat. Mobil yang kita gunakan bisa diparkir di  dermaga dan kita harus berjalan di dermaga Torosiaje, disini pengunjung akan disambut ojek perahu yang banyak bersandar di dermaga. Setelah tawar menawar, maka kami sepakat per orang PP menggunakan perahu @Rp 20.000,- dan satu perahu kecil bisa diisi 5 orang penumpang. jarak tempuh dari dermaga menuju Toroseaje hanya sekitar 15 menit.

perahu menuju Toroseaje
perahu dg 4 penumpang





Sesampainya di kampung suku Bajo, kamipun tak sabar segera menaiki tangga dan menyusuri rumah panggung yang tersambung oleh jalan/gang yang semuanya terbuat dari kayu. Setiap rumah terhubung dengan koridor yang menjadi jalan utama, dan di jalan utama itupula beberapa kegiatan dilakukan oleh warga seperti menjemur pakaian atau menjadi area bermain anak-anak.  Menurut sejarahnya Toroseaje berarti :  toro dalam bahasa Bajo adalah ’tanjung’ dan siaje merupakan julukan kepada seseorang yang berarti ’si aje’ (si haji). Artinya, Torosiaje adalah tanjung yang ditemukan oleh seorang pria bergelar haji dan dipanggil siaje. Usai mengunjungi Toroseaje tentu tak lupa photo-photo, kamipun kembali menuju kota Gorontalo yang kami tempuh dalam waktu sekitar 4 jam.

jalan utama rumah panggung Toroseaje
diantara jalan penghubung antar rumah Toroseaje

di atas Bagan, Toroseaje

Keeseokan harinya sesuai agenda kami akan mengunjungi Pulau Saronde di Gorontalo Utara, Pulau yang katanya memiliki pantai bersih dan pasir yang putih.  Jarak dari Kota Gorontalo sekitar 1 jam perjalanan darat menuju Kota Kwandang. Sesampai di Pelabuhan Kwandang kamipun menawar perahu menuju Pulau Saronde dan disepakati untuk perjalanan PP Rp 250.000,-/perahu  dengan waktu tempuh 30 menit. Pulau Saronde sendiri merupakan pulau kecil tak berpenghuni yang mengandalkan potensi pesona alam. Pulau  yang terletak di utara Teluk Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara ini mulai dikenal luas karena mampu memikat hati para turis domestik maupun mancanegara.

pelabuhan Kwandang
perahu menuju Saronde















Dan benar saja seperti yang sudah banyak ditulis, sesampainya kami di Pulau Saronde hanya decak kagum yang bisa kami lakukan melihat langsung keindahan perairan di sekitar Pulau Saronde yang  bersih dan tidak tercemar oleh sampah. Di Pulau tak berpenghuni yang tetap terjaga kebersihannya ini sangat cocok  berenang, berselancar, menyelam, atau snorkeling. Sayang karena sampai di Pulau tsb pk 11.00 WITA saat matahari sangat menyengat, kami hanya mencoba snorkling di sekitar pantai dengan menyewa peralatan snorkling seharga Rp 25.000,-/2 jam dan tentu saja photo-photo. Jika saja kami datang lebih pagi, tentu bisa lebih banyak aktivitas air yang bisa dilakukan serta menyusuri Pulau Saronde yang bersih ini. 


Pulau Saronde








 












Dari Pulau Saronde dalam perjalanan kembali ke Hotel kami menyempatkan untuk mampir ke  Kompleks Benteng Otanaha yang terletak di atas bukit desa Dempe, Gorontalo. Konon Benteng ini  merupakan peninggalan bersejarah yang dibangun oleh Portugis pada abad ke 15. Bangunan yang keseluruhannya terdiri dari tiga buah benteng (Benteng Otanaha, Benteng Otahiya, dan Benteng Ulupahu) ini dibangun sebagai wujud kerjasama antara Portugis dengan Raja Ilato yang berkuasa pada tahun 1505 – 1585. Keunikan dari benteng ini karena konon  bangunanya terbuat dari campuran kapur dan putih burung aleo. Dan keunikan lainnya karena letaknya berada dipuncak bukit maka dari benteng ini wisatawan dapat melihat  pemandangan Danau Limboto. 

Setelah membayar tiket masuk @Rp 5000,- kamipun menuju Benteng Otanaha salah satu dari 3 benteng di komplek tsb. Sepanjang mata memandang, mata dimanjakan pemandangan yang bagus karena lokasi benteng yang berada di ketinggian  memungkinkan kita  melayangkan pandangan ke berbagai arah. Benteng ini konon dibangun oleh pejuang-pejuang Gorontalo sebagai benteng pertahanan untuk melawan Belanda. Konstruksi benteng berbentuk bulat dengan pondasi dari batu-batu alam. Tinggi benteng sekitar 7 meter dan diameter benteng sekitar 20 meter.  Untuk mencapai benteng ini sangat mudah karena hanya 30 menit dari Kota Gorontalo ke arah Danau Limboto. Sedangkan untuk sampai ke atas benteng  wisatawan bisa berjalan kaki melalui 1000 anak tangga atau membawa kendaraan sampai di atas bukit dan diparkir di depan benteng.