31 Juli - 2 Agustus 2015
Sebenarnya sudah lama pengen banget ke dataran tinggi Dieng
yang terkenal karena udaranya yang dingin, dan Alhamdulillah akhirnya
kesampaian juga jalan-jalan ke Dieng bertepatan dengan acara “Dieng Culture
Festival”, festival budaya yang diselenggarakan setiap tahun dan tahun ini
memasuki penyelenggaraan ke-6. Dalam DCF ini, pemerintah setempat mengagendakan
beberapa acara yang menarik bagi wisatawan, antara lain : jazz awan, pesta
lampion dan pemotongan rambut gimbal.
Lagi-lagi seperti di perjalanan wisata sebelumnya karena
tidak ingin direpotkan dengan berbagai hal selama berwisata, kami (saya dan
suami) sepakat untuk ikut serta dalam paket yang ditawarkan oleh
diengbackpacker. Untuk menginap selama 3 hari 2 malam per orang dikenakan biaya
Rp 950.000,-, biaya tsb sudah termasuk : penginapan (home stay) karena di dieng
belum ada hotel, makan sehari 3 kali, antar jemput dari Purwokerto, dan
beberapa tiket masuk ke obyek wisata. Dalam paket tsb, tiap orang juga
mendapatkan goodie bag yang di dalamnya terdapat kaos DCF, ID card utk masuk ke
beberapa lokasi acara, kain batik utk digunakan pada upacara pemotongan rambut
gimbal, gantungan kunci dan buku panduan acara. Rupanya pemerintah setempat
sudah bekerjasama cukup baik dengan beberapa tour travel dalam penyelenggaraan
DCF.
Sebenarnya diengbackpacker juga menawarkan paket dengan meeting point di
Jakarta dengan menggunakan elf sebagai moda transportasi ke dieng, namun karena
membayangkan naik mobil akan cukup melelahkan selama perjalanan menuju dieng
yang terletak 30 km dari kota Wonosobo, tepatnya di perbatasan Kabupaten
Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, maka kami memutuskan naik kereta
api ke Purwokerto dan akan dijemput/diantar oleh EO di stasiun.
Dari Jakarta Jum’at pagi, kami naik kereta argo dwipangga
dari staisun gambir pk 08.00 WIB dan setelah menempuh perjalanan selama 5 jam
kami sampai di stasiun Purwokerto. Oh ya, dalam perjalanan kali ini Suska teman
kantor ikut serta bersama Andri suaminya, keduanya asal Purwokerto dan sudah
berangkat lebih dulu kamis malam, dan kami janjian ketemu di stasiun untuk
dijemput Nur/driver sekaligus tour guide selama kami di Dieng. Setelah makan
siang di soto jalan bank yang cukup terkenal itu, tanpa membuang waktu kamipun
melanjutkan perjalanan ke Dieng yang memakan waktu sekitar 4 jam. Sesampai di
Dieng, setelah makan malam kamipun langsung istirahat di rumah penduduk yang
dijadikan home stay. Rumahnya cukup bersih dan terutama terdapat air panas,
gak kebayang harus mandi air dingin di Dieng yang memiliki ketinggian sekitar
2000 m di atas permukaan laut, membuat udara di tempat ini dingin apalagi saat
ditutupi kabut tebal. Suhu di Dieng berkisar antara 12—20°C di siang hari dan
6-10°C di malam hari. Bahkan pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara
dapat mencapai 0°C di pagi hari dan memunculkan embun beku.
Seteklah istirahat
sejenak dan makan malam, kami berangkat menuju kawasan candi Arjuna, lokasi
diadakannya Jazz Awan. Sayang pintu masuk dan keluar areal pertunjukan tidak
dipisah, sehingga penonton harus berdesakan di pintu masuk dan keluar areal
tsb. Tidak lama kami menonton jazz awan ini, karena memang artis/band nya
kurang kami kenal yang tampil malam itu.
Sabtu dinihari pk 03.00 WIB
sesuai janji dengan Nur, tour guide kami selama di Dieng, kami berangkat
menuju bukit Sikunir untuk melihat sunrise (matahari terbit) yang merupakan fenomena alam yang unik dan
mengagumkan melihat matahari terbit berwarna keemasan. Sayangnya putri kami Narissa tidak bisa ikut karena
perjalanan panjang kemarin membuat dia sedikit mabuk darat, sementara Suska dan
Andri juga tidak ikut karena takut kecapekan mengingat perjalanan ke bukit
Sikunir cukup melelahkan. Sesampai di bukit Sikunir meski hari masih gelap
namun ratusan wisatawan dengan tujuan yang sama sudah memenuhi kawasan ini. Rasanya
sudah putus asa saat harus mendaki bukit Sikunir selama 1 jam, namun rasa
penasaran membuat saya bertekad untuk bisa sampai di puncak bukit. Benar saja,
sesampai di atas bukit menunggu sekitar 30 menit, perlahan-lahan matahari mulai
muncul di balik awan yang mengelilingi 5 gunung (Sumbing, Sindoro, Prahu,
Pakuwaja dan Sikunir), pemandangan yang luar biasa. Dari bukit Sikunir kami
kembali ke hoem stay untuk sarapan, mandi dan istirahat sebentar sebelum
memulai perjalanan ke lokasi-lokasi wisata lainnya.
Usai santap siang, kami ber-6
memulai lagi perjalanan menuju Dieng Plateau Theater, bangunan seperti bioskop yang menampung 100 kursi, kami menonton informasi keajadian alam di
sekitar Dieng. Informasi yang cukup
menarik diantaranya tentang asal muasal kata Dieng dari bahasa Sansekerta
yaitu “Di” yang berarti tempat yang tinggi dan ”Hyang”
yang artinya tempat para dewa dewi (tempat kediaman para dewa dan dewi),
Anak Gembel/ anak Gimbal, anak yang memiliki rambut gimbal yang jika rambut tsb
dipaksakan dipotong maka si anak akan cenderung sakit-sakitan, sehingga
diperlukan ritual khusus untuk memotong ranbut anak gimbal ini. Anehnya rambut
gimbal anak-anak ini tidak secara alami
tumbuh ketika mereka dilahirkan, namun tumbuh saat usia mereka menginjak 1-2
tahun. Di Dieng Plateau Theater
penonton juga mendapat informasi tentang bencana uap beracun kawah
Sinila yang terjadi tahun 1979 yang menewaskan ratusan warga.
Usai dari Dieng Plateau Theater,
atas ajakan Nur/tour guide, sebenarnya saya tertarik untuk ikut mendaki bukit di areal
theater tsb untuk melihat pemandangan spektakuler dari Batu Ratapan Angin, namun mengingat lutut saya yang pernah cidera, maka hanya suami
dan putri bungsu kami yang mendaki ke Batu Ratapan Angin. Benar saja, melihat
hasil poto-poto mereka berdua menyesal saya tidak ikut naik, ternyata dari atas
pemandangannya sangat indah bisa melihat dua telaga/danau dengan warna berbeda.
Perjalanan kemudian diteruskan ke
Telaga Warna, yaitu telaga dengan warna
air yang sering berubah-ubah, terkadang berwarna hijau dan kuning atau berwarna
warni seperti pelangi. Fenomena ini terjadi karena air telaga mengandung sulfur
yang cukup tinggi, sehingga saat terkena sinar matahari maka warna air telaga
berubah-ubah. Di sekitar Telaga Warna Dieng tedapat beberapa gua lokasi pertapaan yang juga
patut untuk dikunjungi, seperti Gua Semar, Gua Sumur Eyang Kumalasari, dan Gua Jaran Resi Kendaliseto. Gua-gua
di sekitar telaga warna ini konon sering dijadikan sebagai tempat meditasi.
Usai dari telaga warna, kamipun pulang dulu ke home stay untuk mandi dan santap
malam sebelum menonton pesta lampion.
Sedikit terlambat kami menuju
areal pesta lampion yang juga diadakan di komplek candi Arjuna, karena sesampai
disana ratusan lampion sudah mengudara disertai sesekali lontaran kembang api
di udara. Karena kami sudah membayar paket untuk ikut dalam pesta lamion, maka
kamipun mendapat satu lampion untuk satu orang. Agar tidak penasaran, satu
lampion kami coba terbangkan ke udara konon saat menerbangkan disertai dengan harapan
masing-masing. Saat pulang merupakan saat yang membuat kami harus geleng-geleng
kepala karena jalanan di sekitar lokasi pesta lampion macet parah. Kami bahkan
harus menunggu 2 jam sebelum driver bisa menjemput kami di satu tempat yang
sudah disepakati.
Minggu pagi, sesuai kesepakatan
bersama kamipun langsung chek out dari home stay menuju kawasan Candi Arjuna
untuk melihat prosesi pemotongan rambut gimbal. Sayangnya jadwal yang ada di
buku panduan molor cukup lama, prosesi yang seharusnya dimulai pk 08.00 WIB
mundur menjadi pk 11.00 WIB, sehingga kami hanya bisa melihat prosesi
perjalanan ke-10 anak gimbal yang diarak menuju lokasi pemotongan rambut,
karena kami harus sampai di Purwokerto sebelum pk 16.00 WIB (jadwal kereta kami
pulang ke Jakarta). Arak-arakan ini
cukup meriah seperti kirab, diawali dengan iringan berkuda hingga barang-barang
yang diinginkan anak gimbal sebelum rambut mereka dipotong. Oh ya, sebelum
anak-anak gimbal ini meminta sendiri rambutnya dipotong, mereka juga mengajukan
permintaan diantaranya ada yang minta dibelikan sepeda, kambing dll. Cukup puas
melihat arak-arakan anak gimbal ini, kamipun langsung menuju Purwokerto untuk
kembali ke Jakarta dengan kereta api Purwojaya.
Telaga Warna |
komplek Candi Arjuna |
view dari Bukit Ratapan Angin |
Pesta Lampion |
Sunrise di Bukit Sikunir |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar