Senin, 01 Desember 2014

Jazz Gunung Bromo


Gunung Berkabut Latar Belakang Panggung

Latar Belakang Panggung Pertunjukan
Panggung Jazz di Malam Hari

  




































Juni 2013

Jalan-jalan kali ini untuk menikmati Jazz Gunung di Bromo nggak direncanain sebelumnya. Suami tiba-tiba ngajak nonton  pagelaran musik jazz yang katanya berskala internasional dan  diselenggarakan tiap tahun. Bedanya dengan pertunjukan lain, pagelaran musik ini diadakan  di panggung terbuka, beratap langit dan berlatar belakang alam yang indah, karena itu tagline untuk pagelaran ini : Jazz Gunung, Indahnya Jazz Merdunya Gunung, haha....sedikit terbalik kata-katanya. Kali ini, saya pergi hanya berdua suami, ala-ala bulan madu ceritanya.....so sweeettttttt. 

Sampai di Bandara Juanda, Surabaya, Jum’at pagi karena tidak terburu-buru (pagelaran jazz gunung baru dimulai sore), kami menyempatkan diri mengunjungi lokasi wisata air terjun Madakaripura di Kecamatan Lumbang, Probolinggo.  Dari Surabaya dengan mobil sewaan kami tempuh sekitar 2,5 jam. Air terjun yang menurut legenda merupakan tempat pertapaan Mahapatih Gajah Mada ini merupakan bagian dari  kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, dan biasanya menjadi tujuan para wisatawan yang akan ke Bromo,  karena terletak satu jalur jika kita ke Bromo dari arah Probolinggo. 
Patung Gajah Mada

Menyebrang Sungai Bebatuan





Setelah membayar tiket masuk sebesar Rp 3.000,-/orang, kami langsung dihampiri bapak-bapak yang menawarkan jasa sebagai pemandu wisata. Selain itu, agar pakaian dan perlengkapan yang kita bawa terhindar dari cipratan air terjun, banyak jasa penjual jas hujan di sekitar areal parkir kendaraan dengan harga Rp 10.000,-/buah. Oh ya, jangan lupa jika ingin berkunjung ke  Madakaripura, siapkan sendal gunung, baju ganti  dan tenaga ekstra, karena jalanan mendaki cukup terjal, dan beberapa kali kita harus menyebrang sungai yang penuh bebatuan. Sebenernya kami janjian ktemu di air terjun Madakaripura dengan pasangan suami istri Peter dan Eva, tetangga sebelah rumah yang juga akan nonton jazz gunung. Tapi karena mereka belum sampai juga, maka kami putuskan untuk naik duluan. 

Setelah mendaki lumayan capek akhirnya ktemu juga air terjun yang mengalir dari tebing memanjang dan membentuk tirai,  dan kalau mau jalan di bawahnya harus menggunakan jas hujan atau payung. Di ujungnya terdapat sebuah ruangan berbentuk lingkaran, jika kita berada di tempat ini seolah-olah  berada di dasar sebuah tabung  yang di atasnya terdapat air terjun dengan ketinggian sekitar 200 meter, serta limpahan air yang jatuh dari atas berakhir di sebuah  kolam berwarna kehijauan. Subhanalllah......bagus banget ciptaan Allah ini. 


Memandang Air Terjun

Air Terjun Madakaripura

Jas Hujan Anti Basah
Puas photo-photo dan mengagumi ciptaan Tuhan yang bagaikan sebuah lukisan ini, kamipun turun. Memang disarankan untuk turun sebelum pk 15.00 WIB oleh pemandu wisata, karena jika terlalu sore khawatir hujan turun dan menggenangi sungai kecil yang harus kita lalui. Sambil turun menuju lokasi parkir, untuk menghangatkan badan kita bisa mampir di warung-warung kecil yang ada di sekitar jalan pulang, lumayan ngopi or ngeteh dengan gorengan yang masih hangat atau mie instan bisa mengganjal perut.

Sampai di Bromo, karena hotel-hotel yang ada sudah penuh dengan para wisatawan yang akan nonton pertunjukan jazz gunung, kami harus puas menginap di rumah-rumah penduduk yang disewakan (homestay). Setelah mandi, kamipun  meluncur ke lokasi pertunjukan jazz gunung, Amphitheater Hotel Java Banana, hotel yang lumayan besar di daerah tsb. Dan ternyata, sampai di lokasi  antrian penonton sudah cukup panjang. Karena tiket sudah dibeli secara online sebelumnya, kami tinggal menukar dengan gelang tangan sebagai tanda masuk selama 2 hari pertunjukan. 

Antrian Masuk
Diwawancara TV Lokal
Mejeng di Back Drop







































Hari pertama pertunjukan antara lain menampilkan : Balawan and Batuan Ethnic Fussion, Bandanaira Duo dan Yovie Widianto Fussion, sempat terhenti sejenak karena hujan sempat turun, namun kemeriahan pertunjukan terus berlanjut hingga pk 24.00 WIB. Penampilan Bandanaira dengan Lea Simanjuntak sebagai vokalisnya mampu menyihir penonton dengan lagu-lagu nasionalisnya. Suasana pertunjukan tambah meriah dengan banyolan trio MC : Butet Kertarajasa, Alit dan Gundhi yang sesekali melempar  isu politik dan selingan bahasa jawa.

Balawan & Batuan Etnic Fussion
3 MC ngocol

Yovi Widiyanto Fussion
Ampitheater Java Banana






























Lea Simanjuntak



































Sabtu pagi sebenernya temen kantor suami (Acep & istri) yang juga ikut nonton jazz gunung mengajak untuk naik ke puncak Bromo, tapi apa daya, karena masih ngantuk dan kaki agak sakit setelah hiking ke air terjun Madakaripura, maka saya dan suami memutuskan tidak ikut. Agak siang, sambil cari sarapan kami sempatkan berkeliling di sekitar penginapan, melihat Bromo dari kejauhan. 

Kabut Pagi Bromo
Memandang Bromo dari Kejauhan




























Hari kedua, karena tidak ingin antri panjang, kami datang lebih awal. Malam minggu ini pertunjukan jazz dengan panggung alam berupa latar belakang keindahan pegunungan Bromo, Tengger, dan Semeru, diisi oleh penampilan : Ring of Fire Project (Djaduk Ferianto, Idang Rasjidi), Rieke Ruslan, dan Barry Likumahuwa. Malam ini saat penampilan Ring of Fire Project, keisengan Idang Rasjdi sempat membuat Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan saat itu) tak kuasa menolak untuk ikut duet adu keyboard. Pertunjukan tambah meriah saat Barry Likumahuwa sempat duet dengan sang ayah yang juga maestro jazz Benny Likumahuwa. Selama menonton dua hari pertunjukan gak ada penonton yang gak goyang, bahkan saat penampilan terakhir, semua penonton diajak berdiri dari kursi untuk joget bareng, duhhh.....rasanya gak pengen pulang. Sensasi berbeda menikmati musik di udara terbuka dikelilingi 3 gunung sebagai latar belakang panggung dan diselimuti kabut, tttsssahhhhh.....

Idang duet bersama Gita Wirjawan

Benny & Barry Likumahua


























Rika Ruslan

Joget Bareng

























Minggu pagi, masih ngantuk tapi kami harus siap-siap ke bandara Juanda untuk kembali ke Jakarta. Weekend yang menyenangkan.......

cheeersss

Kamis, 27 November 2014

Ibadah Umroh di Akhir Tahun

Ka'bah
30 Desember 2013,
 
Liburan akhir tahun kali ini sedikit berbeda, karena kami merencanakan untuk mengajak anak-anak  beribadah umroh. Kebetulan teman di kantor memiliki travel yang mengurus perjalanan umroh. Maka jadilah kami ber-7, suami, anak-anak, mamah, si mbak asisten rumah tangga di rumah dan salah seorang tante ikut dalam rombongan Mecca Tour. Kami berangkat tanggal 30 desember 2013 (malam), awalnya saya minta untuk berangkat di bulan Januari, karena berdasarkan pengalaman berhaji di tahun 2003, di bulan tsb cuaca lebih sejuk. Namun ternyata keberangkatan kami  malah dimajukan menjadi akhir Desember, Alhamdulillah...

Bersama rombongan sekitar 140 orang, kami bertolak dari bandara Soekarno-Hatta, 31 Desember 2013 dengan menggunakan Saudi Airlines. Setelah penerbangan sekitar  9 jam, sampailah kami di Kota Madinah pk 09.00 waktu Arab Saudi (perbedaan waktu 4 jam lebih cepat dengan Jakarta). Dari bandara kami langsung menuju Hotel Royal Andalus, Madinah (tempat kami menginap). Jarak penginapan kami cukup dekat dengan Masjid Nabawi, Masjid terbesar di dunia.  Selama 2 hari di Madinah, kami isi dengan ibadah dan mengunjungi makam Rasulullah serta tak lupa menyempatkan berdoa di Raudah, salah satu tempat yang diyakini akan diijabah jika berdoa di tempat ini. 

Halaman Masjid Nabawi
Pemakaman Baqi
Di hari ke-3 sesuai jadwal adalah jalan-jalan di kota Madinah antara lain mengunjungi : Masjid Quba, Masjid Qiblatain, Kebun Qurma dan Jabal Uhud. Dan di hari ke-4 kami bertolak menuju Mekah dengan menggunakan bus (memakan perjalanan sekitar 6 jam) dengan mampir sejenak di Bir Ali untuk mengambil Miqot (niat untuk berumroh). Sesampai di Mekah, setelah meletakan koper jemaah langsung menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan umroh. 

Jabal Rahmah
Kebun Qurma
Jabal Rahmah

Masjid Quba
Seperti di Madinah, selain beribadah kamipun diajak untuk jalan-jalan  di Kota Mekah pada hari ke-6 antara lain mengunjungi : Jabal Nur, Jabal Rahmah, Arafah, Mina, Muzdalifah & Masjid Ja’ronah (salah satu lokasi untuk mengambil miqot/niat umroh).  Sayang karena kesehatan agak menurun (demam dan flu), saya  tidak diperkenankan oleh suami untuk ikut umroh lagi demi menjaga kesehatan karena perjalanan ibadah masih panjang.  Begitulah, selama di Mekah seperti halnya di Madinah, kami habiskan waktu dengan sholat berjamaah di masjid dan memperbanyak ibadah sunah lainnya. 

Latar Belakang Masjidil Haram

Malam di depan Masjidil Haram




Bersama Teman Kantor di Masjid Ja'ronah
Jabal Nur
Ka'bah di Latar Belakang
Setelah 8 hari beribadah (di Madinah dan Mekkah), saatnya kami untuk kembali ke tanah air. Oh ya, sebelum ke Bandara, rombongan sempat mampir untuk melaksanakan sholat subuh di Masjid Qisas, masjid tempat dilaksanakannya eksekusi hukuman pancung, hiiii....serem juga denger sejarahnya.  Masjid yang awalnya bernama Masjid Syeikh Ibrahim Al-Juffali ini terletak di kawasan Al-Balad Jeddah , dan meski namanya cukup  mengerikan sebagai lokasi hukuman pancung (biasanya dilaksanakan setelah sholat Jum'at), namun masjid  ini gak ada bedanya dengan masjid lain, gak ada bau amis darah, bahkan tempat dilaksanakannya hukum pancung yang terletak di samping masjidpun sangat biasa, dijadikan areal parkir  mobil di sekitarnya.  
Masjid Qisas
Kami juga sempat mampir di Masjid Terapung (Masjid Arrahmah ) masjid yang cukup terkenal di kota Jeddah. Sebenarnya masjid ini gak terapung di laut merah, hanya saja bangunan masjid ini dibangun di atas tiang pancang yang ditancapkan ke laut, seolah-olah masjid ini mengapung di atas air.

Masjid Terapung
Penerbangan kami kembali ke Tanah Air cukup lancar, kami bertolak dari bandara King Abdul Aziz Jeddah pk 11.00 waktu setempat dan tiba di Jakarta pk 02.00 WIB. di Jakarta, koper milik saya sempat hilang, tidak ada diantara koper-koper jemaah yang lain. Namu setelah menunggu selama 1 jam dan saat akan mendaftarkan kehilangan koper di counter lost and found, akhirnya koper ditemukan. 

Alhamdulillah, saya bersyukur bisa beribadah dan mengunjungi tanah suci kali ini bersama orang-orang tercinta, setelah 10 tahun sebelumnya hanya saya dan suami yang sempat pergi ke tanah suci untuk beribadah haji. Semoga saya dan keluarga masih diberi kesempatan (lagi) untuk beribadah ke tanah suci.

Liburan Sekolah di Yogyakarta



Juni 2010, 

Mendahului liburan anak-anak sekolah, kebetulan saat itu suami juga tengah bertugas di Yogya,  maka mengisi liburan kali ini kita ke Kota Pelajar, Yogyakarta. Untuk saya dan suami, Yogya sudah tidak asing lagi, karena tugas kantor beberapa kali mengunjungi kota yang juga dijuluki kota gudeg tsb. Namun tidak demikian untuk anak-anak, mereka baru pertama kali ke kota ini.

Sesaat setelah mendarat di Bandara Adisucipto, Yogyakarta,  kami langsung menuju Candi Prambanan di Jalan Magelang. Lokasi wisata dengan seribu candi ini sangat indah dinikmati menjelang matahari terbenam, dan seperti biasa kami tidak bisa melewatinya tanpa photo-photo. Puas menjelejahi Prambanan, kami langsung menuju  Hotel yang terletak di jalan Sostrowijayan. Lokasi ini memang menjadi pusat turis-turis menginap, baik turis domestik maupun turis lokal. Di daerah ini, harga kamarnya bervariasi, dari 150 ribu/malam hingga ratusan ribu rupiah. Sebelumnya kami sudah memesan 2 kamar di Hotel Eclipse. Hotel ini tergolong baru saat itu, tidak terlalu besar, hanya memiliki 26 kamar dengan kolam renang, namun cukup bersih dan asri, dengan harga kamar 400 ribu rupiah/malam. Malamnya, suami mengajak kami untuk santap malam di salah satu resto di jalan Kaliurang. Foodfez, nama cafenya, cukup luas, harga murah tapi rasanya hmmm……dijamin gak bakalan nyesel. Berbagai menu makanan ada di sini. Mulai dari nasi kebuli sampai tongseng. Kenikmatan bersantap para tamu juga ditambah dengan adanya live musik.

Candi Prambanan
Candi Prambanan

Candi Prambanan
 Hari kedua di Yogya, saatnya kami mengunjungi Candi Borobudur. Meski masih pagi dan belum waktunya libur sekolah, namun Candi yang pernah masuk dalam salah satu dari 7 keajaiban dunia ini sudah penuh dengan kelompok anak sekolah yang berwisata menjelang kenaikan kelas. Puas mengunjungi Candi yang sudah mengalami 2 kali renovasi besar-besaran, untuk mengisi perut kami makan siang di “Jejamuran”. Di resto ini, berbagai hidangannya terbuat dari aneka jenis jamur. Namun jangan salah, rasa jamurnya sudah tidak lagi terasa di lidah. Aneka hidangan mulai dari tongseng, sate hingga hidangan penutupnya pun berbahan dasar jamur. 

Candi Borobudur



Candi Borobudur


Candi Borobudur


















Candi Borobudur





Andong di Pelataran Candi Borobudur

Usai bersantap siang, perjalanan wisata kami lanjutkan kembali. Suami membawa kami ke museum dan pabrik gula di jalan Solo. Di museum yang tidak terawat ini kami bisa melihat berbagai peralatan dan jenis-jenis gula yang biasa ditanam masyarakat. Sayangnya ketika kami akan melihat  pabrik gula yang letaknya bersebelahan, pabrik telah tutup. Info yang kami peroleh, pabrik buka untuk umum hingga pukul 14.00 wib, dan khusus hari minggu serta  tamu rombongan,  kita juga bisa mencoba naik lori pengangkut tebu. Meski agak kecewa karena tidak bisa melihat langsung proses pembuatan gula di pabriknya,  kekecewaan kami terobati dengan mengunjungi Pantai Baron dan Pantai Krakal. Awalnya kami akan mengunjungi pantai Parangtritis, namun sejumlah teman merekomendasikan ke pantai Baron dan Krakal, karena pantai Parangtritis sudah terlalu ramai. 

Perjalanan dari Jalan Solo selama 1,5 jam menuju Pantai Baron. Menurut saya tidak terlalu istimewa, karena merupakan pantai nelayan dan berbatasan langsung dengan laut selatan. Ombaknyapun cukup besar dan tidak ada aktivitas laut yang bisa kami lakukan selama di pantai ini. Dari pantai Baron, perjalanan kami lanjutkan ke Pantai Krakal, tidak terlalu jauh dari pantai Baron. Sesuai dengan namanya, pantai ini dihiasi dengan batu-batu karang di bibir pantainya. Pantainya pun cukup bersih dan airnya jernih. Sayang sekali pantai ini tidak terawat dan masih kurang fasilitas bagi wisatawan.  Setelah cukup lelah dari dua pantai tsb, searah jalan kembali ke Hotel kami langsung santap malam. Menu makan malam kami adalah bebek pak slamet. Meski asalnya di Solo dan di Jakartapun sudah ada cabangnya, namun bebek goreng pak slamet ini tidak pernah bosan kami santap, karena renyah dan sambelnya yang muantab.
Pantai Krakal
Pantai Krakal
Pantai Krakal


Hari ke tiga, kami tidak perlu berangkat terlalu pagi, karena hari ini kami  hanya akan berwisata di dalam kota Yogya. Perjalanan kami awali di Jalan Malioboro, pusat kota Yogya yang sudah sangat terkenal itu. Jalan-jalan di sepanjang jalan Malioboro di hari libur anak sekolah menjadi tidak nyaman karena dimana-mana penuh dengan kerumunan wisatawan domestik. Setelah makan siang kali ini menu sego pecel di sekitar kampus UGM yang cukup terkenal itu, wisata kami lanjutkan ke Keraton Yogya. Setelah membeli tiket  Rp 3000,-/orang, kita bisa memasuki Keraton dan melihat berbagai peninggalan sejarah disini, dari mulai busana-busana adat Keraton hingga photo Raja-Raja yang pernah berkuasa di Yogya. Puas mengelilingi Keraton, salah seorang penjaganya menyarankan kami untuk melihat proses pembuatan batik di salah satu perkampungan abdi dalem keraton. Disini kita dipersilahkan untuk mencoba memegang canting dan meneteskan lilin-lilin panas pada secarik kain, layaknya pembatik professional. Udara kota Yogya yang cukup panas membuat kita memutuskan kembali ke Hotel sebelum melanjutkan wisata ke tempat lain. 

Belajar Mbatik

Kraton Yogya

Malamnya, kami mencoba bersantap malam dengan aneka jenis sambal di resto “Pondok Cabe” yang terletak di jalan Monumen Yogya Kembali/Monjali. Bagi pencinta rasa pedas, resto ini surganya. Berbagai jenis sambal, dari mulai sambal bawang hingga sambal terasi dengan tingkat kepedasan dari satu sampai 3 tersedia disini. Puas dengan santap malam, perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi alun-alun selatan, tempat pohon beringin kembar berada. Menurut mitos, barang siapa yang bisa melewati celah diantara beringin kembar dengan mata tertutup, maka permintaannya akan dikabulkan. 

Masih banyak lokasi wisata di Yogya yang belum sempat kami datangi, karena senin pagi kami harus kembali ke Jakarta dengan penerbangan pagi. Smoga di kesempatan berikutnya, lokasi wisata lain yang menarik bisa kami datangi.