Juni 2010,
Mendahului liburan anak-anak sekolah, kebetulan saat itu suami juga tengah bertugas di Yogya, maka mengisi liburan kali ini kita ke Kota Pelajar, Yogyakarta. Untuk saya dan suami,
Yogya sudah tidak asing lagi, karena tugas
kantor beberapa kali mengunjungi kota yang juga dijuluki
kota gudeg
tsb. Namun tidak demikian untuk anak-anak, mereka baru pertama kali ke kota
ini.
Sesaat setelah mendarat di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, kami langsung menuju Candi Prambanan di Jalan Magelang. Lokasi wisata dengan seribu candi
ini sangat indah dinikmati menjelang matahari terbenam, dan seperti biasa kami tidak
bisa melewatinya tanpa photo-photo. Puas menjelejahi Prambanan, kami langsung menuju Hotel yang terletak di
jalan Sostrowijayan. Lokasi ini memang menjadi pusat turis-turis menginap, baik
turis domestik maupun
turis lokal. Di daerah ini, harga kamarnya bervariasi, dari 150
ribu/malam hingga ratusan ribu rupiah. Sebelumnya kami sudah memesan 2 kamar di Hotel Eclipse. Hotel ini tergolong baru
saat
itu, tidak
terlalu besar, hanya memiliki 26 kamar dengan kolam renang, namun cukup bersih
dan asri, dengan harga kamar 400 ribu rupiah/malam. Malamnya, suami mengajak kami untuk santap
malam di salah satu resto di jalan Kaliurang. Foodfez, nama cafenya, cukup luas, harga
murah tapi rasanya hmmm……dijamin gak bakalan nyesel. Berbagai menu makanan ada
di sini. Mulai dari nasi kebuli sampai tongseng. Kenikmatan bersantap para tamu
juga ditambah dengan adanya live musik.
 |
Candi Prambanan |
 |
Candi Prambanan |
 |
Candi Prambanan |
Hari kedua di Yogya, saatnya kami mengunjungi
Candi Borobudur.
Meski masih pagi dan belum waktunya libur sekolah, namun Candi yang pernah
masuk dalam salah satu dari 7 keajaiban dunia ini sudah penuh dengan kelompok
anak sekolah yang berwisata menjelang kenaikan kelas. Puas mengunjungi Candi
yang sudah mengalami 2 kali renovasi besar-besaran, untuk mengisi perut kami makan siang di “Jejamuran”. Di resto ini, berbagai hidangannya
terbuat dari aneka
jenis jamur. Namun jangan salah, rasa jamurnya sudah tidak lagi terasa di lidah. Aneka hidangan mulai
dari tongseng, sate hingga hidangan penutupnya pun berbahan dasar jamur.
 |
Candi Borobudur |
 |
Candi Borobudur |
 |
Candi Borobudur |
 |
Candi Borobudur |
 |
Andong di Pelataran Candi Borobudur |
Usai
bersantap siang, perjalanan wisata kami lanjutkan kembali. Suami membawa kami
ke museum dan pabrik gula di jalan Solo. Di museum yang tidak terawat ini kami
bisa melihat berbagai peralatan dan jenis-jenis gula yang biasa ditanam masyarakat. Sayangnya ketika kami
akan melihat pabrik gula yang letaknya bersebelahan, pabrik telah
tutup. Info yang kami peroleh, pabrik buka untuk umum hingga pukul 14.00 wib, dan khusus hari minggu serta tamu rombongan, kita juga bisa mencoba naik lori pengangkut
tebu. Meski agak kecewa karena tidak bisa melihat langsung proses pembuatan
gula di pabriknya, kekecewaan kami
terobati dengan mengunjungi Pantai Baron dan Pantai Krakal. Awalnya kami akan mengunjungi pantai Parangtritis,
namun sejumlah teman merekomendasikan ke pantai Baron dan Krakal, karena pantai
Parangtritis sudah terlalu ramai.
Perjalanan dari Jalan Solo selama
1,5 jam menuju Pantai Baron. Menurut saya tidak terlalu istimewa, karena
merupakan pantai nelayan dan berbatasan langsung dengan laut selatan.
Ombaknyapun cukup besar dan tidak ada aktivitas laut yang bisa kami lakukan selama
di pantai ini. Dari pantai Baron, perjalanan kami lanjutkan ke Pantai Krakal, tidak
terlalu jauh dari pantai Baron. Sesuai dengan namanya, pantai ini dihiasi
dengan batu-batu karang di bibir pantainya. Pantainya pun cukup bersih dan
airnya jernih. Sayang sekali pantai ini tidak terawat dan masih kurang
fasilitas bagi wisatawan. Setelah cukup lelah
dari dua pantai tsb, searah jalan kembali ke Hotel kami langsung santap malam.
Menu makan malam kami adalah bebek pak slamet. Meski asalnya di Solo dan di
Jakartapun sudah ada cabangnya, namun bebek goreng pak slamet ini tidak pernah
bosan kami santap, karena renyah dan sambelnya yang muantab.
 |
Pantai Krakal |
 |
Pantai Krakal |
 |
Pantai Krakal |
Hari ke tiga, kami tidak perlu
berangkat terlalu pagi, karena hari ini kami hanya akan berwisata di dalam kota Yogya.
Perjalanan kami awali di Jalan Malioboro,
pusat kota Yogya yang sudah sangat terkenal itu. Jalan-jalan di sepanjang jalan
Malioboro di hari libur
anak sekolah menjadi tidak nyaman karena dimana-mana penuh dengan kerumunan
wisatawan domestik. Setelah makan siang kali ini menu sego pecel di sekitar
kampus UGM yang cukup terkenal itu, wisata kami lanjutkan ke Keraton Yogya. Setelah membeli tiket Rp 3000,-/orang, kita bisa memasuki Keraton
dan melihat berbagai peninggalan sejarah disini, dari mulai busana-busana adat Keraton hingga photo Raja-Raja yang pernah berkuasa di Yogya. Puas mengelilingi Keraton, salah seorang penjaganya
menyarankan kami untuk melihat proses pembuatan batik di salah satu
perkampungan abdi dalem keraton. Disini kita dipersilahkan untuk mencoba
memegang canting dan meneteskan lilin-lilin panas pada secarik kain, layaknya
pembatik professional. Udara kota Yogya yang cukup panas membuat kita
memutuskan kembali ke Hotel sebelum melanjutkan wisata ke tempat lain.
 |
Belajar Mbatik |
 |
Kraton Yogya |
Malamnya, kami mencoba bersantap malam dengan aneka jenis sambal di resto “Pondok Cabe” yang terletak di jalan
Monumen Yogya Kembali/Monjali. Bagi pencinta rasa pedas, resto ini surganya.
Berbagai jenis sambal, dari mulai sambal bawang hingga sambal terasi dengan
tingkat kepedasan dari satu sampai 3 tersedia disini. Puas dengan santap malam,
perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi alun-alun selatan, tempat pohon
beringin kembar berada. Menurut mitos, barang siapa yang bisa melewati celah
diantara beringin kembar dengan mata tertutup, maka permintaannya akan dikabulkan.
Masih banyak lokasi wisata di Yogya
yang belum sempat kami datangi, karena senin pagi kami harus kembali ke Jakarta
dengan penerbangan pagi. Smoga di kesempatan berikutnya, lokasi wisata lain yang
menarik bisa kami datangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar