Kamis, 27 November 2014

Ibadah Umroh di Akhir Tahun

Ka'bah
30 Desember 2013,
 
Liburan akhir tahun kali ini sedikit berbeda, karena kami merencanakan untuk mengajak anak-anak  beribadah umroh. Kebetulan teman di kantor memiliki travel yang mengurus perjalanan umroh. Maka jadilah kami ber-7, suami, anak-anak, mamah, si mbak asisten rumah tangga di rumah dan salah seorang tante ikut dalam rombongan Mecca Tour. Kami berangkat tanggal 30 desember 2013 (malam), awalnya saya minta untuk berangkat di bulan Januari, karena berdasarkan pengalaman berhaji di tahun 2003, di bulan tsb cuaca lebih sejuk. Namun ternyata keberangkatan kami  malah dimajukan menjadi akhir Desember, Alhamdulillah...

Bersama rombongan sekitar 140 orang, kami bertolak dari bandara Soekarno-Hatta, 31 Desember 2013 dengan menggunakan Saudi Airlines. Setelah penerbangan sekitar  9 jam, sampailah kami di Kota Madinah pk 09.00 waktu Arab Saudi (perbedaan waktu 4 jam lebih cepat dengan Jakarta). Dari bandara kami langsung menuju Hotel Royal Andalus, Madinah (tempat kami menginap). Jarak penginapan kami cukup dekat dengan Masjid Nabawi, Masjid terbesar di dunia.  Selama 2 hari di Madinah, kami isi dengan ibadah dan mengunjungi makam Rasulullah serta tak lupa menyempatkan berdoa di Raudah, salah satu tempat yang diyakini akan diijabah jika berdoa di tempat ini. 

Halaman Masjid Nabawi
Pemakaman Baqi
Di hari ke-3 sesuai jadwal adalah jalan-jalan di kota Madinah antara lain mengunjungi : Masjid Quba, Masjid Qiblatain, Kebun Qurma dan Jabal Uhud. Dan di hari ke-4 kami bertolak menuju Mekah dengan menggunakan bus (memakan perjalanan sekitar 6 jam) dengan mampir sejenak di Bir Ali untuk mengambil Miqot (niat untuk berumroh). Sesampai di Mekah, setelah meletakan koper jemaah langsung menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan umroh. 

Jabal Rahmah
Kebun Qurma
Jabal Rahmah

Masjid Quba
Seperti di Madinah, selain beribadah kamipun diajak untuk jalan-jalan  di Kota Mekah pada hari ke-6 antara lain mengunjungi : Jabal Nur, Jabal Rahmah, Arafah, Mina, Muzdalifah & Masjid Ja’ronah (salah satu lokasi untuk mengambil miqot/niat umroh).  Sayang karena kesehatan agak menurun (demam dan flu), saya  tidak diperkenankan oleh suami untuk ikut umroh lagi demi menjaga kesehatan karena perjalanan ibadah masih panjang.  Begitulah, selama di Mekah seperti halnya di Madinah, kami habiskan waktu dengan sholat berjamaah di masjid dan memperbanyak ibadah sunah lainnya. 

Latar Belakang Masjidil Haram

Malam di depan Masjidil Haram




Bersama Teman Kantor di Masjid Ja'ronah
Jabal Nur
Ka'bah di Latar Belakang
Setelah 8 hari beribadah (di Madinah dan Mekkah), saatnya kami untuk kembali ke tanah air. Oh ya, sebelum ke Bandara, rombongan sempat mampir untuk melaksanakan sholat subuh di Masjid Qisas, masjid tempat dilaksanakannya eksekusi hukuman pancung, hiiii....serem juga denger sejarahnya.  Masjid yang awalnya bernama Masjid Syeikh Ibrahim Al-Juffali ini terletak di kawasan Al-Balad Jeddah , dan meski namanya cukup  mengerikan sebagai lokasi hukuman pancung (biasanya dilaksanakan setelah sholat Jum'at), namun masjid  ini gak ada bedanya dengan masjid lain, gak ada bau amis darah, bahkan tempat dilaksanakannya hukum pancung yang terletak di samping masjidpun sangat biasa, dijadikan areal parkir  mobil di sekitarnya.  
Masjid Qisas
Kami juga sempat mampir di Masjid Terapung (Masjid Arrahmah ) masjid yang cukup terkenal di kota Jeddah. Sebenarnya masjid ini gak terapung di laut merah, hanya saja bangunan masjid ini dibangun di atas tiang pancang yang ditancapkan ke laut, seolah-olah masjid ini mengapung di atas air.

Masjid Terapung
Penerbangan kami kembali ke Tanah Air cukup lancar, kami bertolak dari bandara King Abdul Aziz Jeddah pk 11.00 waktu setempat dan tiba di Jakarta pk 02.00 WIB. di Jakarta, koper milik saya sempat hilang, tidak ada diantara koper-koper jemaah yang lain. Namu setelah menunggu selama 1 jam dan saat akan mendaftarkan kehilangan koper di counter lost and found, akhirnya koper ditemukan. 

Alhamdulillah, saya bersyukur bisa beribadah dan mengunjungi tanah suci kali ini bersama orang-orang tercinta, setelah 10 tahun sebelumnya hanya saya dan suami yang sempat pergi ke tanah suci untuk beribadah haji. Semoga saya dan keluarga masih diberi kesempatan (lagi) untuk beribadah ke tanah suci.

Liburan Sekolah di Yogyakarta



Juni 2010, 

Mendahului liburan anak-anak sekolah, kebetulan saat itu suami juga tengah bertugas di Yogya,  maka mengisi liburan kali ini kita ke Kota Pelajar, Yogyakarta. Untuk saya dan suami, Yogya sudah tidak asing lagi, karena tugas kantor beberapa kali mengunjungi kota yang juga dijuluki kota gudeg tsb. Namun tidak demikian untuk anak-anak, mereka baru pertama kali ke kota ini.

Sesaat setelah mendarat di Bandara Adisucipto, Yogyakarta,  kami langsung menuju Candi Prambanan di Jalan Magelang. Lokasi wisata dengan seribu candi ini sangat indah dinikmati menjelang matahari terbenam, dan seperti biasa kami tidak bisa melewatinya tanpa photo-photo. Puas menjelejahi Prambanan, kami langsung menuju  Hotel yang terletak di jalan Sostrowijayan. Lokasi ini memang menjadi pusat turis-turis menginap, baik turis domestik maupun turis lokal. Di daerah ini, harga kamarnya bervariasi, dari 150 ribu/malam hingga ratusan ribu rupiah. Sebelumnya kami sudah memesan 2 kamar di Hotel Eclipse. Hotel ini tergolong baru saat itu, tidak terlalu besar, hanya memiliki 26 kamar dengan kolam renang, namun cukup bersih dan asri, dengan harga kamar 400 ribu rupiah/malam. Malamnya, suami mengajak kami untuk santap malam di salah satu resto di jalan Kaliurang. Foodfez, nama cafenya, cukup luas, harga murah tapi rasanya hmmm……dijamin gak bakalan nyesel. Berbagai menu makanan ada di sini. Mulai dari nasi kebuli sampai tongseng. Kenikmatan bersantap para tamu juga ditambah dengan adanya live musik.

Candi Prambanan
Candi Prambanan

Candi Prambanan
 Hari kedua di Yogya, saatnya kami mengunjungi Candi Borobudur. Meski masih pagi dan belum waktunya libur sekolah, namun Candi yang pernah masuk dalam salah satu dari 7 keajaiban dunia ini sudah penuh dengan kelompok anak sekolah yang berwisata menjelang kenaikan kelas. Puas mengunjungi Candi yang sudah mengalami 2 kali renovasi besar-besaran, untuk mengisi perut kami makan siang di “Jejamuran”. Di resto ini, berbagai hidangannya terbuat dari aneka jenis jamur. Namun jangan salah, rasa jamurnya sudah tidak lagi terasa di lidah. Aneka hidangan mulai dari tongseng, sate hingga hidangan penutupnya pun berbahan dasar jamur. 

Candi Borobudur



Candi Borobudur


Candi Borobudur


















Candi Borobudur





Andong di Pelataran Candi Borobudur

Usai bersantap siang, perjalanan wisata kami lanjutkan kembali. Suami membawa kami ke museum dan pabrik gula di jalan Solo. Di museum yang tidak terawat ini kami bisa melihat berbagai peralatan dan jenis-jenis gula yang biasa ditanam masyarakat. Sayangnya ketika kami akan melihat  pabrik gula yang letaknya bersebelahan, pabrik telah tutup. Info yang kami peroleh, pabrik buka untuk umum hingga pukul 14.00 wib, dan khusus hari minggu serta  tamu rombongan,  kita juga bisa mencoba naik lori pengangkut tebu. Meski agak kecewa karena tidak bisa melihat langsung proses pembuatan gula di pabriknya,  kekecewaan kami terobati dengan mengunjungi Pantai Baron dan Pantai Krakal. Awalnya kami akan mengunjungi pantai Parangtritis, namun sejumlah teman merekomendasikan ke pantai Baron dan Krakal, karena pantai Parangtritis sudah terlalu ramai. 

Perjalanan dari Jalan Solo selama 1,5 jam menuju Pantai Baron. Menurut saya tidak terlalu istimewa, karena merupakan pantai nelayan dan berbatasan langsung dengan laut selatan. Ombaknyapun cukup besar dan tidak ada aktivitas laut yang bisa kami lakukan selama di pantai ini. Dari pantai Baron, perjalanan kami lanjutkan ke Pantai Krakal, tidak terlalu jauh dari pantai Baron. Sesuai dengan namanya, pantai ini dihiasi dengan batu-batu karang di bibir pantainya. Pantainya pun cukup bersih dan airnya jernih. Sayang sekali pantai ini tidak terawat dan masih kurang fasilitas bagi wisatawan.  Setelah cukup lelah dari dua pantai tsb, searah jalan kembali ke Hotel kami langsung santap malam. Menu makan malam kami adalah bebek pak slamet. Meski asalnya di Solo dan di Jakartapun sudah ada cabangnya, namun bebek goreng pak slamet ini tidak pernah bosan kami santap, karena renyah dan sambelnya yang muantab.
Pantai Krakal
Pantai Krakal
Pantai Krakal


Hari ke tiga, kami tidak perlu berangkat terlalu pagi, karena hari ini kami  hanya akan berwisata di dalam kota Yogya. Perjalanan kami awali di Jalan Malioboro, pusat kota Yogya yang sudah sangat terkenal itu. Jalan-jalan di sepanjang jalan Malioboro di hari libur anak sekolah menjadi tidak nyaman karena dimana-mana penuh dengan kerumunan wisatawan domestik. Setelah makan siang kali ini menu sego pecel di sekitar kampus UGM yang cukup terkenal itu, wisata kami lanjutkan ke Keraton Yogya. Setelah membeli tiket  Rp 3000,-/orang, kita bisa memasuki Keraton dan melihat berbagai peninggalan sejarah disini, dari mulai busana-busana adat Keraton hingga photo Raja-Raja yang pernah berkuasa di Yogya. Puas mengelilingi Keraton, salah seorang penjaganya menyarankan kami untuk melihat proses pembuatan batik di salah satu perkampungan abdi dalem keraton. Disini kita dipersilahkan untuk mencoba memegang canting dan meneteskan lilin-lilin panas pada secarik kain, layaknya pembatik professional. Udara kota Yogya yang cukup panas membuat kita memutuskan kembali ke Hotel sebelum melanjutkan wisata ke tempat lain. 

Belajar Mbatik

Kraton Yogya

Malamnya, kami mencoba bersantap malam dengan aneka jenis sambal di resto “Pondok Cabe” yang terletak di jalan Monumen Yogya Kembali/Monjali. Bagi pencinta rasa pedas, resto ini surganya. Berbagai jenis sambal, dari mulai sambal bawang hingga sambal terasi dengan tingkat kepedasan dari satu sampai 3 tersedia disini. Puas dengan santap malam, perjalanan dilanjutkan dengan mengunjungi alun-alun selatan, tempat pohon beringin kembar berada. Menurut mitos, barang siapa yang bisa melewati celah diantara beringin kembar dengan mata tertutup, maka permintaannya akan dikabulkan. 

Masih banyak lokasi wisata di Yogya yang belum sempat kami datangi, karena senin pagi kami harus kembali ke Jakarta dengan penerbangan pagi. Smoga di kesempatan berikutnya, lokasi wisata lain yang menarik bisa kami datangi.

Selasa, 25 November 2014

Pangandaran Punya Cerita - Ciamis, Jawa Barat



Green Canyon

 Juni 2009,

 Sebenernya ini bukan kali pertama saya dan keluarga berlibur ke Pangandaran, Jawa barat. Sekitar tahun 2002, pernah juga mengunjungi pantai yang berbatasan langsung dengan Samudra Indonesia ini. Tapi waktu  cuma main-main di pantai Pangandaran, gak sempat jalan-jalan ke tempat-tempat wisata lain yang ada di sekitar Pangandaran. Karena itu di liburan keluarga kali ini, saya sempet cari tau dulu beberapa lokasi wisata yang berdekatan dengan Pangandaran.

naik mobil dari Jakarta sekitar 7 jam, Jumat tengah malam kami sampai di lokasi wisata Pangandaran. gak ada yang bisa dilihat sih sesampenya di Pangandaran, karena udah malem juga, so langsung deh cari hotel yang ada kamar kosongnya.  Berlibur saat liburan sekolah seperti di bulan Juni ini, pastinya susah buat cari penginapan yang kosong, meskipun sudah telpon sejumlah hotel sejak di Jakarta. Untungnya, malam itu setelah beberapa hotel/penginapan kami datangi, ada juga yang masih menyisakan kamar kosong untuk kami berempat.

Aktivitas liburan dimulai di Sabtu pagi yang cerah. Banyak tawaran aktivitas di sekitar pantai, mulai dari bersepeda, ATV, surving atau cuma  duduk-duduk di pantai sambil melihat matahari terbit. Kami memilih menyewa ATV Rp 50.000,-/jam (itupun setelah tawar menawar dari tariff semula Rp 80.000,-/jam). Puas ber ATV ria, balik hotel & siap-siap ke “Green Canyon”. Di musim libur sebaiknya sih berangkat lebih awal, karena antrian naik perahu yang akan membawa kita menyusuri sungai menuju bebatuan stalaktit hijau dan air terjun cukup panjang.

ATV di Pantai Pangandaran

Perjalanan ke “Green Canyon” sekitar 20 menit dari Pangandaran, dan dengan tiket  Rp 75.000,- /perahu (berisi 4-7 orang), perjalanan menyusuri sungaipun dimulai. Sayangnya karena liburan, nunggu antrian  naik perahunya  sampe  1 jam loh, ampyun dehhh. tapi gak sia-sia juga sih nunggu lama,  karena sepanjang sungai yang kami susuri, pemandangan hijaunya dedaunan bikin  mata seger. Setelah menyusuri sungai sekitar 15 menit, sampailah di lokasi bebatuan hijau stalaktit. Disini lokasi terakhir parahu harus berhenti, dan penumpang boleh turun untuk berenang menuju lokasi air terjun, tentu saja setelah dibekali pelampung dan nakhoda perahu sekaligus menjadi pemandunya. Oh ya, jangan lupa menyisipkan tip untuk nakhoda perahu yang selain memandu juga menunggu kita berenang mengikuti arus sungai yang airnya berwarna hijau karena banyak tumbuh lumut. Untuk panduan sekitar 30 menit menuju lokasi air terjun sambil berenang, tips nya sekitrar Rp 50.000,-. Puas berenang dan foto-foto, kami kembali ke dermaga untuk melanjutkan perjalanan ke lokasi wisata berikutnya “Pantai Karash”.


Menunggu Perahu
Dermaga di Green Canyon
















Menyusuri Green Canyon

Bersiap Renang di Ujung Green Canyon





























asyiknya renang sambil memandang stalaktit

“Pantai Karash”, sekitar 15 menit dari Green Canyon. Lokasi pantai ini konon dikenal oleh para penggemar surving dari manca negara karena ombaknya yang cukup besar. Tidak ada yang bisa dinikmati selain pemandangan pantai dan sejumlah penggemar surving yang berusaha mengalahkan ombak, soalnya kami kan gak ada yang bisa surving, hehe.  Tapi jangan salah, pemandangan pantai lepas ke Samudra Indonesia plus  batu-batu karang di sekitar pantai menjadi oobyek foto yang cukup menyenangkan. Oh ya, santap siang di sini menunya sea food jangan sampai dilewatkan, manteb banget.  Sebenarnya masih ada lokasi wisata lain di sekitar Green Canyon dan Pantai Karash  yang tidak sempat kami kunjungi karena waktu sudah menjelang sore, antara lain : Karang Nini, Batu Hiu.

Hari berikutnya, Minggu pagi kami sudah siap di pantai pk 07.00 wib, untuk menuju lokasi wisata lain yaitu : “ Pantai Pasir Putih” (cagar alam). Pantai  ini bisa ditempuh dengan dengan berjalan kaki menyusuri pantai atau dengan perahu, tarifnya sekitar Rp 100.000,- sampai  Rp 150.000,-/pp. Dengan tarif ini, kita  diantar menuju pantai pasir putih dan  dijemput lagi oleh perahu yang sama pada jam yang telah kita tentukan. Di Pantai ini, aktivitas yang bisa  dilakukan antara lain : snorkling atau menyusuri pulau yang dijadikan cagar alam. Untuk snorkeling,  alat  snorkeling dan pelampung  bisa disewa dengan tarif Rp 15.000,-. Selain menuju pantai pasir putih dari pantai pangandaran, tujuan wisata yang juga bisa kita pilih adalah mengelilingi cagar alam menggunakan perahu dengan tariff Rp 300.000,- berikut pemandu dan berhenti di beberapa tempat di cagar alam tsb, antara lain : gua sarang wallet.

Pantai Pasir Putih
Pantai Pasir Putih





Itulah beberapa lokasi yang sempat kami kunjungi selama 3 hari 2 malam berada di Pangandaran, Jawa Barat.