Rabu, 19 November 2014

Beautiful Lombok, Nusa Tenggara Barat




Maret,  2008

Banyak yang bilang Lombok lebih indah jika dibandingkan dengan Pulau Dewata, Bali.  Nah, karena penasaran maka saat tidak sengaja membuka iklan wisata di sebuah koran Nasional dari salah satu tour travel, saya langsung menghubungi biro perjalanan tsb. Mereka menawarkan harga 2,4 juta rupiah per/orang untuk wisata ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. harga tsb sudah termasuk tiket pesawat Garuda pp, penginapan hotel bintang 3, dan paket wisata satu hari penuh. Namun karena kami ingin lebih lama tinggal di Lombok untuk bisa mengunjungi Gili Trawangan yang sudah termasyur keindahan lautnya, maka kami menambah satu hari lagi menginap (dengan hanya membayar hotel saja).

Hari pertama kedatangan kami di Lombok (siang), langsung disambut pemandu wisata di Bandara dan diantar ke Hotel yang sudah dipesan. Saya lupa nama hotelnya, tapi berada di kawasan pantai Senggigi. Hari pertama kami hanya berjalan-jalan di sekitar pantai Senggigi yang berada diseberang hotel. Sebelum meninggalkan kami untuk menikmati pantai Senggigi,  pemandu wisata berpesan agar keesokan hari sudah siap pukul 07.00 WITA untuk dijemput di Hotel karena di hari kedua kami akan seharian berada di luar, mengunjungi beberapa lokasi wisata.

Hari kedua, setelah sarapan, pemandu wisata yang cukup ramah sudah menjemput kami dengan mobil. Tujuan pertama tour kami adalah Desa Sukarare, tempat pembuatan kerajinan tembikar/keramik. Di tempat ini, kami diperbolehkan untuk belajar membuat keramik langsung dari perajinnya dan hasil karya tsb bisa langsung dibawa pulang. Indahnya berbagai keramik khas Lombok rasanya ingin kami borong, tapi mengingat cukup sulit membawa barang pecah belah dengan menggunakan pesawat maka kami hanya membawa hasil karya yang sudah dibuat putri kami Tasya dan Rissa. Setelah puas di sentra kerajinan keramik, pemandu wisata kemudian mengajak kami ke sentra perajin tenun. Disini jika mau kita juga diperbolehkan belajar menenun dan membeli langsung dari perajinnya. Namun mengingat harganya cukup mahal dan kami tidak merasa membutuhkan kain tenun tsb, maka kami hanya menerima tawaran untuk berfoto menggunakan pakaian khas Lombok, Lambung

Tujuan wisata selanjutnya adalah sebuah desa, sayangnya saya lupa nama desa tsb (desa dimana jumlah rumahnya tetap/tidak bertambah) dan yang cukup menarik menurut Informasi pemandu kami, rumah-rumah di desa tsb lantainya terbuat dari kotoran kerbau, namun sama sekali tidak berbau. Dalam perjalanan ternyata pemandu kami sudah menyiapkan sapu tangan dan minuman dingin di dalam mobil, sebagai salah satu service yang diberikan kepada konsumennya. Sesampainya di desa tujuan, kamipun tak sabar ingin membuktikan kebenaran akan lantai yang terbuat dari kotoran kerbau tsb. Dan ternyata benar, rumah-rumah adat di desa ini meski lantainya terbuat dari kotoran kerbau yang dipadatkan,  namun sama sekali tidak mengeluarkan bau, seperti lazimnya kotoran hewan. Setelah puas melihat-lihat dari dekat desa dengan rumah adatnya yang khas, kamipun  bersiap-siap meninggalkan desa tsb menuju lokasi tujuan berikutnya. Karena hari semakin beranjak siang sebelum kami meneruskan perjalanan ke lokasi tujuan wisata berikutnya yaitu Pantai Kuta (bukan hanya Bali ternyata yang memiliki pantai ini) dan Tanjung An, pemandu wisata mengajak kami untuk santap siang terlebih dahulu. Usai santap siang, kamipun tak sabar untuk menuju Pantai Kuta yang terkenal dengan pasir putih yang butirannya sebesar biji lada. Tak heran salah satu cenderamata yang ditawarkan oleh para pengasong adalah pasir-pasir di dalam botol air mineral. Tak jauh dari Pantai Kuta adalah tujuan akhir wisata kami yaitu Tanjung An. Konon daerah ini sebelumnya ingin dibuat resort yang cukup besar oleh salah satu putra mantan penguasa di jaman orde baru. Sayang karena sudah lengser, maka proyek ini terbengkalai begitu saja. Pada hal infrastruktur berupa jalan-jalan yang cukup lebar sudah dibangun disini. Tanjung An sendiri berupa semenanjung yang menjorok ke daratan dengan pemandangan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Pantainya sangat indah dengan air biru jernih, maka tak heran jika resort besar dulunya akan didirikan di tempat ini. 

Hari ketiga yang tidak termasuk dalam paket, kami memutuskan untuk mengunjungi Gili (pulau) Trawangan yang sudah terkenal. Dari Informasi rekan kantor yg kebetulan sudah pindah ke Mataram, untuk menuju Gili Trawangan dari hotel di kawasan pantai Senggigi kita bisa menggunakan taxi dengan tarif menggunakan argo sekitar 100 ribu rupiah menuju pelabuhan terdekat. Di pelabuhan tsb tersedia berbagai jenis transportasi penyebrangan, dari mulai speed boat hingga perahu penyeberangan biasa. Kami memutuskan utk menggunakan perahu penyeberangan biasa dengan tarif 6 ribu rupiah per orang/sekali jalan. Lama penyeberangan sekitar satu jam, sampailah kita di gili terawangan. Oh ya,  jika kita tidak ingin menginap, sebaiknya kita sudah kembali dari Gili Trawangan sebelum pukul 16.00 WITA (jadwal perahu penyeberangan terakhir kembali ke pelabuhan). 


Di Gili Terawangan, tanpa membuang waktu, kami segera menyewa perahu dengan dasar dari kaca (glass bottom) dan perlengkapan snorkling. Dengan tarif 350 ribu rupiah kita akan diantar ke tengah lautan yang jernih untuk memulai snorkling, melihat keindahan alam bawah laut. Untuk yang tidak bisa berenang jangan khawatir, karena kita tidak akan tenggelam selama menggunakan life jacket dan  dipandu oleh tukang perahu yang kita sewa. Jika kita beruntung, selain ikan warna-warni yang hilir mudik disekitar tempat kita melakukan snorkling, kita juga bisa melihat kura-kura dengan ukuran cukup besar berusia ratusan tahun, seperti yg saya alami saat berada disana. Puas snorkling dan melihat-lihat keindahan bawah laut melalui glass bottom, kami kembali ke pantai gili terawangan. Karena perut sudah lapar, kami putuskan untuk bersantap siang dengan menu khas plecing kangkung & ayam bakarnya. Setelah istirahat sejenak sesudah makan siang, kami manfaatkan waktu dengan mengelilingi gili terawangan menggunakan sado/delman dengan tariff 20 ribu rupiah. Sepanjang perjalanan keliling pulau, kesempatan berfoto tentu tidak kami lewatkan begitu saja. Karena mengejar perahu penyeberangan terakhir jam 16.00 WITA, maka setelah puas berkeliling pulau yang tidak terlalu besar itu, kami putuskan untuk langsung menuju dermaga terdekat. Sesampainya kembali di Mataram, usai mandi sore seolah tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang tersisa di Lombok, kami putuskan untuk kembali melihat matahari terbenam di pantai Senggigi.

Hari ke empat, waktunya kami kembali ke Jakarta meninggalkan Lombok yang ternyata memang memiliki pantai lebih indah dari Bali, namun belum banyak wisatawan yang mampir kesini.

pakaian tradisional Lambung
mencoba membuat keramik sendiri
snorkling, Gili Trawangan

Pantai Tanjung An

Tidak ada komentar:

Posting Komentar