Maret,
2008
Banyak yang bilang Lombok lebih indah
jika dibandingkan dengan Pulau Dewata, Bali. Nah, karena penasaran maka saat tidak
sengaja membuka iklan wisata di sebuah koran Nasional dari salah satu tour
travel, saya
langsung menghubungi biro perjalanan tsb. Mereka menawarkan harga 2,4 juta
rupiah per/orang untuk wisata ke Lombok, Nusa Tenggara Barat. harga tsb sudah termasuk
tiket pesawat Garuda pp, penginapan hotel bintang 3, dan paket wisata satu hari
penuh. Namun karena kami ingin lebih lama tinggal di Lombok untuk bisa mengunjungi Gili Trawangan yang sudah
termasyur keindahan lautnya, maka kami menambah satu hari lagi menginap (dengan hanya membayar hotel
saja).
Hari pertama kedatangan kami di
Lombok (siang), langsung disambut pemandu wisata di Bandara dan diantar ke Hotel yang
sudah dipesan. Saya lupa nama hotelnya, tapi berada di kawasan pantai Senggigi.
Hari pertama kami hanya berjalan-jalan di sekitar pantai Senggigi yang berada
diseberang hotel. Sebelum meninggalkan kami untuk menikmati pantai Senggigi, pemandu wisata berpesan
agar keesokan hari sudah siap pukul 07.00 WITA untuk dijemput di Hotel karena di hari kedua kami akan seharian berada
di luar, mengunjungi beberapa lokasi wisata.
Hari kedua, setelah sarapan, pemandu
wisata yang cukup ramah sudah menjemput kami dengan mobil. Tujuan pertama tour
kami adalah Desa Sukarare, tempat pembuatan kerajinan tembikar/keramik. Di tempat ini,
kami diperbolehkan untuk belajar membuat keramik langsung dari perajinnya dan
hasil karya tsb bisa langsung dibawa pulang. Indahnya berbagai keramik khas
Lombok rasanya ingin kami borong, tapi mengingat cukup sulit membawa barang
pecah belah dengan menggunakan pesawat maka kami hanya membawa hasil karya yang
sudah dibuat putri kami Tasya dan Rissa. Setelah puas di sentra kerajinan keramik, pemandu wisata
kemudian mengajak kami ke sentra perajin tenun. Disini jika mau
kita juga diperbolehkan belajar menenun dan membeli langsung dari perajinnya.
Namun mengingat harganya cukup mahal dan kami tidak merasa membutuhkan kain
tenun tsb, maka kami hanya menerima tawaran untuk berfoto menggunakan pakaian
khas Lombok, Lambung.
Tujuan wisata
selanjutnya adalah sebuah desa, sayangnya saya lupa nama desa tsb (desa dimana jumlah
rumahnya tetap/tidak bertambah) dan yang cukup menarik menurut Informasi
pemandu kami, rumah-rumah di desa tsb lantainya terbuat dari kotoran kerbau,
namun sama sekali tidak berbau. Dalam perjalanan ternyata pemandu kami
sudah menyiapkan sapu tangan dan minuman dingin di dalam mobil, sebagai salah
satu service yang diberikan kepada konsumennya. Sesampainya di desa tujuan, kamipun tak sabar ingin
membuktikan kebenaran akan lantai yang terbuat dari kotoran kerbau tsb. Dan
ternyata benar, rumah-rumah adat di desa ini meski lantainya terbuat dari kotoran kerbau
yang dipadatkan, namun sama sekali tidak mengeluarkan bau, seperti lazimnya
kotoran hewan. Setelah puas melihat-lihat dari dekat desa dengan rumah
adatnya yang khas, kamipun bersiap-siap
meninggalkan desa tsb menuju lokasi tujuan berikutnya. Karena hari semakin beranjak siang sebelum kami meneruskan
perjalanan ke lokasi tujuan wisata berikutnya yaitu Pantai Kuta (bukan hanya Bali ternyata yang memiliki pantai ini)
dan Tanjung An, pemandu wisata mengajak
kami untuk santap siang terlebih dahulu. Usai santap siang, kamipun tak sabar
untuk menuju Pantai Kuta yang terkenal dengan
pasir putih yang butirannya sebesar biji lada. Tak heran salah satu cenderamata
yang ditawarkan oleh para pengasong adalah pasir-pasir di dalam botol air
mineral. Tak jauh dari Pantai Kuta adalah tujuan akhir wisata kami yaitu Tanjung An. Konon daerah ini
sebelumnya ingin dibuat resort yang cukup besar oleh salah satu putra mantan
penguasa di jaman orde baru. Sayang karena sudah lengser, maka proyek ini
terbengkalai begitu saja. Pada hal infrastruktur berupa jalan-jalan yang cukup
lebar sudah dibangun disini. Tanjung An sendiri berupa semenanjung yang
menjorok ke daratan dengan pemandangan yang tidak bisa dilukiskan dengan
kata-kata. Pantainya sangat indah dengan air biru jernih, maka tak heran jika resort besar
dulunya akan didirikan di tempat ini.
Hari ketiga yang tidak termasuk dalam
paket, kami memutuskan untuk mengunjungi Gili
(pulau) Trawangan yang sudah
terkenal. Dari Informasi rekan kantor yg kebetulan sudah pindah ke Mataram, untuk
menuju Gili Trawangan dari hotel di kawasan pantai Senggigi kita bisa
menggunakan taxi dengan tarif menggunakan argo sekitar 100 ribu rupiah menuju
pelabuhan terdekat. Di pelabuhan tsb tersedia berbagai jenis transportasi
penyebrangan, dari mulai speed boat hingga perahu penyeberangan biasa. Kami
memutuskan utk menggunakan perahu penyeberangan biasa dengan tarif 6 ribu rupiah per orang/sekali
jalan. Lama penyeberangan sekitar satu jam, sampailah kita di gili terawangan.
Oh ya, jika kita tidak ingin
menginap, sebaiknya kita sudah kembali dari Gili Trawangan sebelum pukul 16.00 WITA (jadwal perahu
penyeberangan terakhir kembali ke pelabuhan).
Di Gili Terawangan, tanpa membuang waktu, kami segera menyewa perahu dengan dasar dari kaca (glass bottom) dan perlengkapan snorkling. Dengan tarif 350 ribu rupiah kita akan diantar ke tengah lautan yang jernih untuk memulai snorkling, melihat keindahan alam bawah laut. Untuk yang tidak bisa berenang jangan khawatir, karena kita tidak akan tenggelam selama menggunakan life jacket dan dipandu oleh tukang perahu yang kita sewa. Jika kita beruntung, selain ikan warna-warni yang hilir mudik disekitar tempat kita melakukan snorkling, kita juga bisa melihat kura-kura dengan ukuran cukup besar berusia ratusan tahun, seperti yg saya alami saat berada disana. Puas snorkling dan melihat-lihat keindahan bawah laut melalui glass bottom, kami kembali ke pantai gili terawangan. Karena perut sudah lapar, kami putuskan untuk bersantap siang dengan menu khas plecing kangkung & ayam bakarnya. Setelah istirahat sejenak sesudah makan siang, kami manfaatkan waktu dengan mengelilingi gili terawangan menggunakan sado/delman dengan tariff 20 ribu rupiah. Sepanjang perjalanan keliling pulau, kesempatan berfoto tentu tidak kami lewatkan begitu saja. Karena mengejar perahu penyeberangan terakhir jam 16.00 WITA, maka setelah puas berkeliling pulau yang tidak terlalu besar itu, kami putuskan untuk langsung menuju dermaga terdekat. Sesampainya kembali di Mataram, usai mandi sore seolah tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang tersisa di Lombok, kami putuskan untuk kembali melihat matahari terbenam di pantai Senggigi.
Hari ke empat, waktunya kami kembali
ke Jakarta meninggalkan Lombok yang ternyata memang memiliki pantai lebih indah
dari Bali, namun belum banyak wisatawan yang mampir kesini.
pakaian tradisional Lambung |
mencoba membuat keramik sendiri |
snorkling, Gili Trawangan |
Pantai Tanjung An |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar