Alexandre Cunha |
Panggung Utama Giri |
GWK |
GWK |
Traik Kecak @ Pura Uluwatu |
Dream Land Beach |
Pandawa Beach |
Bali Culture Centre |
Tegalalang |
Nonton Jazz Lesehan |
Agustus 2014,
Sebenernya ke Bali kali ini bukan cuma mau nonton Jazz Ubud
aja sih, tapi anak-anak beberapa
kali minta jalan-jalan ke Bali (lagi). Terakhir kami sekeluarga ke Bali klo gak
salah pasca Bom Bali tahun 2005. Nah, sekalian ke Bali pas juga ada acara “International Ubud Village Jazz Festival”. teteup ya, beberapa bulan sebelum pergi buat dapet harga murah kita browsing tiket
penerbangan dan penginapan. Lumayan untuk tiket penerbangan
kami dapat harga 1 juta rupiah/orang pp, dan untuk penginapan di Kuta kami
dapat harga 400 ribu/malam. Ubud Jazz Festival sendiri berlangsung tanggal 8-9
Agustus 2014, dan kamipun sepakat untuk berlibur dari tanggal 7-10 Agustus,
supaya bisa nonton festival jazz dan bisa juga ke lokasi wisata lainnya.
Kamis, 7 Agustus 2014, brangkatlah kami dengan penerbangan pagi, sengaja pilih pagi supaya sampai di Bali bisa langsung jalan-jalan, hehe. Oh ya,
sebelumnya kita juga sudah membeli voucher menyewa kendaraan dari sebuah situs
jual beli ternama, lumayan murah sih (250 ribu utk 8 jam), lebih
dari 8 jam membayar biaya kelebihan setiap jam nya Rp 50.000,- blm
termasuk tip dan uang makan buat supirnya. Dan kita juga udah beli tiket
early bird untuk masuk ke arena Festival Jazz Ubud, tiket terusan 2 hari dengan
harga Rp 250.000,-/orang untuk 2 hari.
Sesampai di bandara Ngurah
Rai, Pak Made (supir sewaan selama kami di sini) sudah siap menjemput.
Oh ya, sempet takjub juga liat bandara ini yang sekarang sudah lebih luas dan
asli bagus banget, ornamen-ornamen khas Bali-nya itu loh mewarnai hampir
seluruh sisi bandara. Keluar dari bandara hal pertama yang kami tanyakan ke Pak Made adalah warung makan terdekat, maklum dari rumah belum sempat
sarapan, maka jadilah kami dibawa Pak Made ke warung nasi pedas Bu Andika (yg terkenal karena sambelnya yang
pedes). Selesai sarapan kok ya mata ini ngeliat aja sih papan nama Jogger di seberang warung. Tanpa buang waktu kami sempatkan cuci mata sebentar di toko Jogger,
toko yang terkenal akan kaos dengan kata-kata nyelenehnya.
Tujuan berikutnya sesuai jadwal yang sudah kami buat bersama
sebelumnya, yaitu menuju Garuda Wisnu
Kencana (GWK), taman budaya seluas 240
hektar yang berada di Jalan Raya Uluwatu. Daya tarik utama GWK adalah patung
Garuda Wisnu yang dibangun dan diukir oleh pengukir dan pematung terkenal I Nyoman Nuarta. Di kawasan itu
terdapat juga Patung Garuda yang letaknya tepat di belakang Plaza Wisnu
setinggi 18 meter. Di areal GWK ini
selain terdapat lapangan rumput luas, sejumlah toko cenderamata, caffe juga
terdapat Amphitheatre, dimana pada jam-jam tertentu kita bisa menyaksikan tari-tarian
secara live, tanpa dipungut biaya alias gratis.
Dari GWK, tujuan kami berikutnya adalah Pura Uluwatu untuk menonton tari kecak sambil menikmati sunset.
Namun karena gak mau rugi, dari Jakarta kami sudah browsing lokasi wisata yang
bisa kami kunjungi yang sejalan ke arah Pura Uluwatu. Walhasil, kami sempat
mampir sebentar ke Pandawa Beach dan
Dreamland Beach. Sebenernya sayang banget udah sampe pantai
yang masih bersih ini gak sempet renang atau main air, yah apa boleh buat
waktunya mefet. Sebenarnya Pak Made juga menawarkan untuk mengunjungi
satu pantai lagi yaitu Padang-Padang
Beach, namun karena khawatir
terlambat, kami menolak dengan halus tawaran Pak Made.
Benar saja, sampai di Pura Uluwatu, sudah banyak wisatawan
yang menunggu antrian untuk membeli tiket tari kecak. Untungnya kami sudah
membeli tiket secara online dari Jakarta, jadi tinggal menukarkan voucher
dengan tiket masuk. Saat penukaran voucher maupun pembelian tiket, kepada para
wisatawan diberikan secarik kertas photo copian dalam berbagai bahasa
(Indonesia, Inggris, Jepang, Cina) yang berisi sekilas cerita tentang tari
kecak yang akan ditonton. Cukup luas
juga teater terbuka di Pura Uluwatu ini, cukuplah untuk menampung sekitar
seribu orang penonton, dan sore itu lumayan penuh juga. Sebenarnya banyak
pertunjukan tari kecak ditawarkan di berbagai tempat di Bali, namun
keistimewaan jika nonton di Pura Uluwatu, kita bisa sekaligus melihat matahari
yang perlahan-lahan menghilang di balik awan, karena teater terbuka tsb
menghadap langsung ke laut lepas, bagussss bangettttt....
Puas dengan penampilan tari kecak, sebelum kembali ke hotel
kami makan malam di Jimbaran, sebelumnya voucher makan di tempat ini juga sudah kami beli.
Namun ternyata tak seindah yang kami bayangkan. Sea food yang disajikan dalam
satu piring antara lain berisi udang bakar, cumi bakar, ikan, ukurannya
kecil-kecil. Yah, itulah resiko jika membeli online, terkadang photo tidak
seindah aslinya. Dari Jimbaran karena hari sudah malam kami langsung meluncur ke
JOCS Hotel yang terletak di kawasan
kuta. Hotelnya tidak terlalu besar, tapi cukup bersih meski menu sarapan
paginya sedikit sekali variasinya.
Hari ke-2 karena hari Jum’at dan agar tidak
terlalu banyak mengeluarkan biaya untuk over time mobil sewaan mengingat hari
ini Ubud Jazz Festival baru dibuka pk 16.00 WITA, dan memberi kesempatan suami
untuk sholat Jum’at terlebih dahulu, maka kami minta pak Made menjemput di
hotel pk 13.00 WITA, setelah suami selesai sholat Jum’at. Hari ini kami ke
daerah Ubud untuk nonton pembukaan Ubud Jazz Festival, namun sebelum ke Arma
Museum lokasi berlangsungnya acara tsb, kami sempatkan makan siang di Bebek Tepi Sawah yang terkenal itu. Setelah
mengisi perut, kamipun meluncur ke ARMA (agung Ray Museum and Art) lokasi acara
Ubud Jazz Festival. Acara yang berlangsung 2 hari ini memiliki 3 panggung :
Panggung Utama Giri (terletak di tengah-tengah), Panggung Padi dan Panggung
Subak, serta menghadirkan sekitar 100 musisi dalam maupun mancanegara, diantaranya :
Dwiki darmawan, Balawan BID Trio, dan Alexandre Cunha. Sebenernya sih saya gak
ngerti-ngerti amat musik jazz, cuma jazz yang ringan aja yang saya ngerti dan
bisa ikutan goyang, misalnya saat
menikmati penampilan Alexandre Cunha, drummer
asal Brasil yang ditemani si cantik nan
sexy Ana Paula Moreti, vokalisnya, nah penampilan mereka bikin badan saya
goyang-goyang, juga penonton yang lain. Enaknya nonton Jazz Ubud, pertunjukan musik di udara
terbuka, bisa nonton sambil lesehan di tikar-tikar yang sudah
disediakan, di kursi-kursi kayu, bahkan nonton sambil makan makanan yang bisa dibeli di beberapa
kedai yang sengaja disediakan untuk penonton. Kalau di satu panggung musiknya
kurang berkenan, kita tinggal pindah ke panggung yang lain, enak kan? Gak
enaknya, karena pertunjukan di udara terbuka maka sangat tergantung dengan
kebaikan alam, untung saja selama 2 hari pertunjukan hanya sekali hujan
rintik-rintik turun.
Di hari ke-3, kami agendakan untuk mampir dulu di
sebuah toko oleh-oleh yang cukup besar dan terkenal di Bali, jadi gak perlu
datang ke beberapa toko untuk mencari oleh-oleh. Setelah itu kami meluncur
menuju Bali Culture Centre, tidak
jauh dari Ubud. Di tempat ini kita dikenalkan dengan kebudayaan Bali dari mulai
lahir hingga meninggal dunia termasuk serangkaian upacara yang harus dilakukan
oleh warga Bali. Asyiknya lagi, karena kebetulan kami datang berbarengan dengan
rombongan turis dari Korea, maka kamipun mendapat sambutan yang cukup meriah
dari mulai masuk pintu gerbang BCC, (brasa tamu agung bangettt.....). Di BCC,
anak-anakpun diajak ikut menari bersama penari yang menghadirkan 3 buah tarian
bagi para tamu yang datang. Puas di BCC, sebelum ke Jazz Ubud, kami menyempatkan
mengisi perut di Ayam Betutu dan mengunjungi Desa Pekraman Tegallalang (daerah yang terkenal dengan sawah
tersaseringnya). Kamipun gak mau kalah dengan turis asing yang naik turun
sawah, meski nafas tersengal-sengal, lumayan capek juga naik turun pematang
sawah yang beberapa lokasinya sangat curam. Puas photo-photo disini, kami
langsung menuju lokasi Ubud Jazz Festival (hari terakhir/penutupan).
Di hari ke-4, kami sengaja mengambil jam penerbangan tidak
terlalu pagi supaya tidak terburu-buru dan masih sempat melipir ke Pantai Kuta sebentar. Untungnya lokasi
hotel tempat kami menginap cukup berjalan kaki sampailah di Pantai Kuta. .
Dan akhirnya kami harus mengucapkan salam perpisahan
dengan Pulau Dewata yang tidak pernah bosan untuk dikunjungi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar