Kamis, 20 November 2014

Pesona Kawah Ijen dan Bromo, Jawa Timur




Juli 2012,

Liburan kenaikan kelas kali ini saya dan suami sepakat untuk mengajak anak-anak berlibur ke Kawah Ijen dan Gunung Bromo di Jawa Timur. Bagi saya dan suami, meski tidak pergi bersama tapi pernah mengunjungi lokasi wisata Bromo yang dikenal berhawa dingin itu, namun anak-anak sama sekali belum pernah, karena itu kami sepakat untuk mengajak mereka kesana. Suami juga mengusulkan agar sekalian mengunjungi Kawah Ijen yang sama-sama terletak di daerah Jawa Timur, agar sekali pergi kita bisa mengunjungi dua lokasi wisata sekaligus.

Tidak ingin direpotkan dengan tetek bengek pemesanan hotel, sewa mobil dll, maka dengan bantuan  google saya dapatkan operator travel yang menyediakan paket wisata ke Bromo dan Kawah ijen, yaitu : Bromo ijen tourism, dengan Mas Andri selaku operatornya. Setelah sepakat dengan jadwal yang kami minta, maka diputuskan biaya per orang sebesar Rp. 1.050.000,-. Biaya tsb sudah termasuk transportasi selama kami disana, penginapan di Bromo dan Ijen, serta tiket masuk ke beberapa lokasi wisata, termasuk sewa jeep untuk ke Bromo, tapi tidak termasuk makan dan tiket pesawat.

Dengan penerbangan pagi dari Jakarta (sabtu), sekitar 1 jam sampailah kami di kota Malang yang berhawa sejuk. Di bandara Abdurahman Saleh, kami sudah dijemput Mas Andri dari Bromo ijen tourism dan Pak Pardi, driver kami selama liburan 4 hari 3 malam. Karena waktu sudah menunjukan saatnya makan siang, saya meminta Pak Pardi untuk membawa kami mengisi perut yang sudah minta diisi ke rumah makan Oen, rumah makan tua yang legendaris. Terletak di tengah kota dengan bangunan kuno yang didirikan tahun 1930, rumah makan Oen banyak dikunjungi wisatawan yang ingin mencoba menu noni-noni Belanda. Sayangnya menu makanan yang kami pesan (al : beefsteak, steik lidah, chiken steik) tidak sesuai dengan ekspektasi sebelumnya. Steiknya sudah dingin termasuk kentang yang tersaji dan rasanya biasa saja, tidak sesuai dengan harganya. Untungnya kekecewaan kami sedikit terobati dengan pesanan ice cream home made (banana split & coklat éclair) resto tsb.

Dari resto Oen, tanpa membuang waktu kami segera meluncur ke tujuan pertama yaitu : Kawah Ijen yang terletak di perbatasan antara Bondowoso dan Banyuwangi. Perjalanan kami tempuh sekitar 5 jam dengan sisa jalan mendekati Blawan (lokasi penginapan) rusak parah. Jam 11 malam barulah kami sampai di Cantimor Home Stay, satu-satunya penginapan milik PTPN XII yang berada dekat dengan lokasi Kawah Ijen. Penginapan sederhana yang terletak di tengah-tengah perkebunan kopi ini, dibangun sejak thn 1894. Karena masih musim liburan, maka lumayan banyak tamu yang menginap di sini. Gak kebayang klo bukan musim liburan pasti sepi banget, mana bangunannya tua lagi, seyemmm….Meski amat sederhana, namun kami tertolong dengan adanya air panas di setiap kamar. 

Sesuai jadwal yang sudah diberikan oleh tour travel, kami sudah harus berangkat dari penginapan pk 04.30 wib keesokan harinya menuju Paltuding (daerah Kawah Ijen), titik pos pertama untuk memulai perjalanan ke puncak Kawah Ijen,  tentunya setelah sarapan ala kadarnya yang disediakan penginapan berupa roti dan telur rebus. Sebenarnya jarak dari pos pertama menuju puncak kawah ijen tidak terlalu jauh sekitar 3 kilometer, namun karena kemiringan jalan mencapai 40 sampai 60 derajat, maka memakan waktu lumayan lama sekitar 2,5 jam untuk sampai ke puncak Kawah,  itupun harus diselingi beberapa puluh kali istirahat,  maklum faktor umur ternyata tidak bisa bohong. Malu juga sih kalau  liat para penambang belerang dengan pikulan belerang di pundak mereka minimum 10 Kg dengan ringan melangkah naik turun ke puncak Ijen.

Sampai di puncak Kawah Ijen sayangnya  kabut menutupi langit sehingga kita tidak bisa bebas memandang Kawah bahkan sulit untuk turun mendekati Kawah karena khawatir jalanan tidak terlihat. Puas photo-photo saat mentari sempat muncul,  kami pun tidak berlama-lama di puncak langsung kembali turun. Selama naik dan turun, kami berjumpa puluhan penambang belerang yang lalu lalang membawa belerang di atas bahunya. Sungguh perjalanan yang sulit, mengingat jalanan yang cukup curam untuk dilalui dan beban yang tidak ringan di pundak mereka (sekitar 60-70 kg) belerang per orang. Perjuangan cukup sulit untuk mengangkut belerang ini hanya dihargai Rp 600,-/kg belerang yang mereka bawa. 

Sesampai di penginapan, tanpa membuang banyak waktu kami  mandi dan langsung berkemas untuk menuju lokasi liburan berikutnya, Bromo. Sekitar pk 12.00 wib kami check out dan kembali menempuh jarak yang cukup lumayan dari Bondowoso menuju Bromo. Sempat singgah untuk makan siang di salah satu resto yang terletak di pantai pasir putih (yg tdk seputih warnanya), namun untungnya sajian menu seafoodnya tidak mengecewakan.

Kami sampai di penginapan Yoschi, bromo  saat hari mulai gelap sekitar pk 20.00 wib. sempat saya protes ke Mas Andri/tour operator saat mengetahui  bahwa kamar yang kami tempati tidak memiliki fasilitas air hangat di dalam kamar, tidak sesuai dengan janji sebelumnya (kebayang jika harus mandi air dingin di cuaca Bromo yg super duper dinginnya). Akhirnya setelah protes dan jika perlu kami akan bayar kekurangan tarif hotel untuk mendapatkan fasilitas yang seharusnya kami dapatkan, Mas Andri akhirnya menawarkan penginapan berbentuk bungalow dengan 2 kamar tidur di dalamnya yang memiliki fasilitas air hangat. Kamipun setuju, yang penting kami tidak kedinginan saat akan mandi dan aktivitas lainnya yang memerlukan air.

Keesokan paginya Pk 03.30 wib, kami sudah harus siap untuk diangkut jeep menuju puncak penanjakan 2, untuk melihat sunrise. Meski hari masih gelap, namun puluhan jeep seolah konvoi mengantar wisatawan yang sama-sama memiliki tujuan ingin melihat matahari terbit. Dengan jeep warna merah yang disupiri Pak Kus asli Bali, kami menyebrangi lautan pasir dan meliuk-liuk di lereng bukit menuju Penanjakan. Sayangnya meski sudah berangkat pagi sekali, sesampai di puncak Penanjakan pk 05.00 wib,  lokasi strategis di pinggir pagar puncak Penanjakan sudah penuh ditempati wisatawan. Kamipun harus puas melihat matahari muncul dari balik punggung wisatawan lain. 

Dari puncak Penanjakan, kami langsung turun menuju lautan pasir dan mendekati gunung Bromo. Untuk mencapai puncak gunung Bromo, kami mencoba berkuda mendekati puluhan anak tangga yang juga sudah dipenuhi wisatawan. Karena musim libur maka sewa kudapun ikut naik, biasanya Rp 50.000,-/orang pp menjadi Rp 100.000,-/orang pp. Kuda yang kami naiki hanya sampai di bawah puncak Bromo, untuk sampai ke puncaknya, kembali perjuangan cukup berat harus dilalui saat menaiki puluhan anak tangga, apalagi anak tangga tsb sudah dipenuhi pasir pasca letusan yang terjadi tahun 2010 lalu. Namun rasa lelah karena harus menapaki puluhan anak tangga terbayar saat kami sampai di puncak Bromo. Selain bisa melihat jelas Kawah Bromo yang terus mengepulkan asap, kami juga bsia melihat deretan pegunungan Tengger dan Semeru yang saling berdekatan. Sayangnya lagi-lagi akibat letusan, pagar pembatas (baca : pagar) di sekitar kawah sudah dipenuhi tumpukan pasir sehingga bisa menbahayakan wisatawan. 

Dari puncak Bromo kami turun kembali untuk melanjutkan ke lokasi berikutnya yaitu Padang Savana dan Bukit Teletubbies. HamparanPadang Savana dan Bukit Teletubbies (nama ini diambil dari salah satu film animasi anak-anak yg sempat terkenal), kita temui saat perjalanan kembali ke penginapan. Landscape alam yang luar biasa indahnya bak lukisan menjadi latar belakang untuk kembali photo-photo, maklum keluarga narsis, hehe. Sesampai di penginapan, untuk mengejar waktu, usai sarapan yang kesiangan kami langsung berkemas dan meninggalkan dinginnya suasana Bromo menuju Batu, untuk mampir  di Secret Zoo, kebun binatang baru dengan konsep modern yang terletak di jatim park 2.

Seperti yang saya sempat baca di beberapa artikel, Batu Secret Zoo memang di design sebagai kebun binatang dengan konsep modern, dari mulai bangunannya sampai tata letak kandang hewan yang ada, memudahkan pengunjung melewati semua kandang binatang yang ada. jika dibandingkan dengan kebun binatang ragunan di Jakarta, koleksi hewannya memang kalah banyak dari segi jumlah, namun Batu Secret Zoo memiliki keunikan lain dari segi jenis hewan dan kebersihan lokasinya. Dengan mudah kita temui toilet bersih, tempat ibu menyusui dan mushola di dalam areal dengan tiket masuk Rp 65.000,-/orang di hari libur. Senangnya dengan tiket tsb, anak-anak juga bisa menikmati wahana permainan yang ada di dalam tanpa harus membayar tiket lagi. Sayangnya karena kami tiba sudah sore sekitar pk 15.00 wib, kami hanya sebentar mengunjungi kebun binatang kebanggan warga Batu, karena kebun binatang tsb tutup pk 18.00 wib.

Dari Batu kami menuju hotel Aria di Malang untuk menginap semalam. Namun sebelum ke hotel untuk santap malam kami sepakat mencoba bakso stasiun yang terkenal itu yang juga direkomendasikan oleh teman sekolah putri saya yang orangtuanya asli Malang. Buat kami rasa baksonya lumayan di tengah udara kota malang yang cukup dingin. Rasa capek setelah mendaki Kawah Ijen dan Bromo membuat kami langsung tertidur sesampainya di Hotel. Paginya setelah sarapan kami harus chek out karena penerbangan yang akan membawa kami kembali ke Jakarta terjadwal pk 11.00 wib. 

 Senangnya liburan keluarga kali ini menghirup udara bersih pegunungan…..

gunung di atas awan



bukit teletubies
kawah Ijen
menunggu sunrise

Tidak ada komentar:

Posting Komentar