Juli 2012,
Liburan kenaikan
kelas kali ini saya dan suami sepakat untuk mengajak anak-anak berlibur ke
Kawah Ijen dan Gunung Bromo di Jawa Timur. Bagi saya dan suami, meski tidak pergi
bersama tapi pernah mengunjungi lokasi wisata Bromo yang dikenal berhawa dingin
itu, namun anak-anak sama sekali belum pernah, karena itu kami sepakat untuk
mengajak mereka kesana. Suami juga mengusulkan agar sekalian mengunjungi Kawah
Ijen yang sama-sama terletak di daerah Jawa Timur, agar sekali pergi kita bisa
mengunjungi dua lokasi wisata sekaligus.
Tidak ingin
direpotkan dengan tetek bengek pemesanan hotel, sewa mobil dll, maka dengan
bantuan google saya dapatkan operator travel yang menyediakan paket wisata
ke Bromo dan Kawah ijen, yaitu : Bromo ijen tourism, dengan Mas Andri selaku
operatornya. Setelah sepakat dengan jadwal yang kami minta, maka diputuskan
biaya per orang sebesar Rp. 1.050.000,-. Biaya tsb sudah termasuk transportasi
selama kami disana, penginapan di Bromo dan Ijen, serta tiket masuk ke beberapa
lokasi wisata, termasuk sewa jeep untuk ke Bromo, tapi tidak termasuk makan dan
tiket pesawat.
Dengan
penerbangan pagi dari Jakarta (sabtu), sekitar 1 jam sampailah kami di kota
Malang yang berhawa sejuk. Di bandara Abdurahman Saleh, kami sudah dijemput
Mas Andri dari Bromo ijen tourism dan Pak Pardi, driver kami selama liburan 4
hari 3 malam. Karena waktu sudah menunjukan saatnya makan siang, saya meminta
Pak Pardi untuk membawa kami mengisi perut yang sudah minta diisi ke rumah
makan Oen, rumah makan tua yang legendaris. Terletak di tengah kota dengan
bangunan kuno yang didirikan tahun 1930, rumah makan Oen banyak dikunjungi
wisatawan yang ingin mencoba menu noni-noni Belanda. Sayangnya menu
makanan yang kami pesan (al : beefsteak, steik lidah, chiken steik) tidak
sesuai dengan ekspektasi sebelumnya. Steiknya sudah dingin termasuk kentang
yang tersaji dan rasanya biasa saja, tidak sesuai dengan harganya. Untungnya
kekecewaan kami sedikit terobati dengan pesanan ice cream home made (banana split
& coklat éclair) resto tsb.
Dari resto Oen,
tanpa membuang waktu kami segera meluncur ke tujuan pertama yaitu : Kawah Ijen
yang terletak di perbatasan antara Bondowoso dan Banyuwangi. Perjalanan kami
tempuh sekitar 5 jam dengan sisa jalan mendekati Blawan (lokasi penginapan)
rusak parah. Jam 11 malam barulah kami sampai di Cantimor Home Stay,
satu-satunya penginapan milik PTPN XII yang berada dekat dengan lokasi Kawah Ijen. Penginapan sederhana yang terletak di tengah-tengah perkebunan kopi ini,
dibangun sejak thn 1894. Karena masih musim liburan, maka lumayan banyak tamu
yang menginap di sini. Gak kebayang klo bukan musim liburan pasti sepi banget,
mana bangunannya tua lagi, seyemmm….Meski amat sederhana, namun kami tertolong
dengan adanya air panas di setiap kamar.
Sesuai jadwal
yang sudah diberikan oleh tour travel, kami sudah harus berangkat dari
penginapan pk 04.30 wib keesokan harinya menuju Paltuding (daerah Kawah Ijen), titik pos pertama
untuk memulai perjalanan ke puncak Kawah Ijen, tentunya setelah sarapan ala kadarnya
yang disediakan penginapan berupa roti dan telur rebus. Sebenarnya jarak dari
pos pertama menuju puncak kawah ijen tidak terlalu jauh sekitar 3 kilometer,
namun karena kemiringan jalan mencapai 40 sampai 60 derajat, maka memakan waktu
lumayan lama sekitar 2,5 jam untuk sampai ke puncak Kawah, itupun harus
diselingi beberapa puluh kali istirahat, maklum faktor umur ternyata tidak bisa
bohong. Malu juga sih kalau liat para penambang belerang dengan pikulan belerang
di pundak mereka minimum 10 Kg dengan ringan melangkah naik turun ke puncak Ijen.
Sampai di puncak Kawah Ijen sayangnya kabut menutupi langit sehingga kita tidak bisa bebas memandang Kawah
bahkan sulit untuk turun mendekati Kawah karena khawatir jalanan tidak
terlihat. Puas photo-photo saat mentari sempat muncul, kami pun tidak
berlama-lama di puncak langsung kembali turun. Selama naik dan turun, kami
berjumpa puluhan penambang belerang yang lalu lalang membawa belerang di atas
bahunya. Sungguh perjalanan yang sulit, mengingat jalanan yang cukup curam
untuk dilalui dan beban yang tidak ringan di pundak mereka (sekitar 60-70 kg)
belerang per orang. Perjuangan cukup sulit untuk mengangkut belerang ini hanya
dihargai Rp 600,-/kg belerang yang mereka bawa.
Sesampai di penginapan, tanpa
membuang banyak waktu kami mandi dan langsung berkemas untuk menuju
lokasi liburan berikutnya, Bromo. Sekitar pk 12.00 wib kami check out dan kembali
menempuh jarak yang cukup lumayan dari Bondowoso menuju Bromo. Sempat singgah
untuk makan siang di salah satu resto yang terletak di pantai pasir putih (yg
tdk seputih warnanya), namun untungnya sajian menu seafoodnya tidak
mengecewakan.
Kami sampai di
penginapan Yoschi, bromo saat hari
mulai gelap sekitar pk 20.00 wib. sempat saya protes ke Mas Andri/tour operator
saat mengetahui bahwa kamar yang kami
tempati tidak memiliki fasilitas air hangat di dalam kamar, tidak sesuai dengan
janji sebelumnya (kebayang jika harus mandi air dingin di cuaca Bromo yg super duper
dinginnya). Akhirnya setelah protes dan jika perlu kami akan bayar kekurangan tarif
hotel untuk mendapatkan fasilitas yang seharusnya kami dapatkan, Mas Andri akhirnya
menawarkan penginapan berbentuk bungalow dengan 2 kamar tidur di dalamnya yang
memiliki fasilitas air hangat. Kamipun setuju, yang penting kami tidak
kedinginan saat akan mandi dan aktivitas lainnya yang memerlukan air.
Keesokan paginya
Pk 03.30 wib, kami sudah harus siap untuk diangkut jeep menuju puncak
penanjakan 2, untuk melihat sunrise. Meski hari masih gelap, namun puluhan jeep
seolah konvoi mengantar wisatawan yang sama-sama memiliki tujuan ingin melihat
matahari terbit. Dengan jeep warna merah yang disupiri Pak Kus asli Bali, kami
menyebrangi lautan pasir dan meliuk-liuk di lereng bukit menuju Penanjakan.
Sayangnya meski sudah berangkat pagi sekali, sesampai di puncak Penanjakan pk 05.00 wib, lokasi strategis di pinggir pagar puncak Penanjakan sudah
penuh ditempati wisatawan. Kamipun harus puas melihat matahari muncul dari
balik punggung wisatawan lain.
Dari puncak Penanjakan, kami langsung turun menuju lautan pasir dan mendekati gunung Bromo.
Untuk mencapai puncak gunung Bromo, kami mencoba berkuda mendekati puluhan anak
tangga yang juga sudah dipenuhi wisatawan. Karena musim libur maka sewa kudapun
ikut naik, biasanya Rp 50.000,-/orang pp menjadi Rp 100.000,-/orang pp. Kuda
yang kami naiki hanya sampai di bawah puncak Bromo, untuk sampai ke puncaknya,
kembali perjuangan cukup berat harus dilalui saat menaiki puluhan anak tangga,
apalagi anak tangga tsb sudah dipenuhi pasir pasca letusan yang terjadi tahun
2010 lalu. Namun rasa lelah karena harus menapaki puluhan anak tangga terbayar
saat kami sampai di puncak Bromo. Selain bisa melihat jelas Kawah Bromo yang
terus mengepulkan asap, kami juga bsia melihat deretan pegunungan Tengger dan Semeru yang saling berdekatan. Sayangnya lagi-lagi akibat letusan, pagar
pembatas (baca : pagar) di sekitar kawah sudah dipenuhi tumpukan pasir sehingga
bisa menbahayakan wisatawan.
Dari puncak
Bromo kami turun kembali untuk melanjutkan ke lokasi berikutnya yaitu Padang Savana
dan Bukit Teletubbies. HamparanPadang Savana dan Bukit Teletubbies (nama ini
diambil dari salah satu film animasi anak-anak yg sempat terkenal), kita temui
saat perjalanan kembali ke penginapan. Landscape alam yang luar biasa indahnya
bak lukisan menjadi latar belakang untuk kembali photo-photo, maklum keluarga
narsis, hehe. Sesampai di penginapan, untuk mengejar waktu, usai sarapan yang
kesiangan kami langsung berkemas dan meninggalkan dinginnya suasana Bromo menuju
Batu, untuk mampir di Secret Zoo, kebun
binatang baru dengan konsep modern yang terletak di jatim park 2.
Seperti yang
saya sempat baca di beberapa artikel, Batu Secret Zoo memang di design sebagai
kebun binatang dengan konsep modern, dari mulai bangunannya sampai tata letak
kandang hewan yang ada, memudahkan pengunjung melewati semua kandang
binatang yang ada. jika dibandingkan dengan kebun binatang ragunan di Jakarta,
koleksi hewannya memang kalah banyak dari segi jumlah, namun Batu Secret Zoo
memiliki keunikan lain dari segi jenis hewan dan kebersihan lokasinya. Dengan
mudah kita temui toilet bersih, tempat ibu menyusui dan mushola di dalam areal
dengan tiket masuk Rp 65.000,-/orang di hari libur. Senangnya dengan tiket tsb,
anak-anak juga bisa menikmati wahana permainan yang ada di dalam tanpa harus membayar
tiket lagi. Sayangnya karena kami tiba sudah sore sekitar pk 15.00 wib, kami
hanya sebentar mengunjungi kebun binatang kebanggan warga Batu, karena kebun
binatang tsb tutup pk 18.00 wib.
Dari Batu kami
menuju hotel Aria di Malang untuk menginap semalam. Namun sebelum ke hotel
untuk santap malam kami sepakat mencoba bakso stasiun yang terkenal itu yang
juga direkomendasikan oleh teman sekolah putri saya yang orangtuanya asli Malang.
Buat kami rasa baksonya lumayan di tengah udara kota malang yang cukup dingin.
Rasa capek setelah mendaki Kawah Ijen dan Bromo membuat kami langsung tertidur
sesampainya di Hotel. Paginya setelah sarapan kami harus chek out karena
penerbangan yang akan membawa kami kembali ke Jakarta terjadwal pk 11.00 wib.
Senangnya
liburan keluarga kali ini menghirup udara bersih pegunungan…..
![]() |
gunung di atas awan |
![]() |
bukit teletubies |
![]() |
kawah Ijen |
![]() |
menunggu sunrise |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar